NGERI ! BOCORAN LENGKAP Peraturan Baru Semua Cabang Lomba MTQ 2016 Hasil MUNAS LPTQ 2016, Termasuk Cabang Khat. Share Ya ! Semua Wajib Tau

NGERI ! BOCORAN LENGKAP Peraturan Baru Semua Cabang Lomba MTQ 2016 Hasil MUNAS LPTQ 2016, Termasuk Cabang Khat. Share Ya ! Semua Wajib Tau

NGERI ! BOCORAN LENGKAP Peraturan Baru Semua Cabang Lomba MTQ 2016 Hasil MUNAS LPTQ 2016, Termasuk Cabang Khat. Share Ya ! Semua Wajib Tau.

Sudah lama saya tidak posting artikel ataupun trik seputar kaligrafi. Soalnya lumayan sibuk kerja, cari nafkah buat keluarga dengan jualan online mainan anak islami, jual online jam tangan, buka jasa pembuatan kaligrafi dan perlengkapan batu akik.  Yang mau order silahkan klik link di atas barusan.

Kedepanya saya sangat ingin banyak-banyak share informasi seputar khat. Agar lebih banyak temen-temen tau informasi yang seharusnya diketahui bersama. Agar tercipta keterbukaan informasi dan bisa saling belajar bersama. Kebetulan saya juga masih dalam tahap belajar.

Semoga kedepannya saya banyak waktu luang untuk sharing dan banyak rezeki agar bisa tenang hati. Amin.

Ini foto saya saat ikut meramaikan doank MTQ tingkat Nasional di Prov. Banten

Berikut ini adalah bocoran peraturan terbaru semua cabang lomba MTQ. Peraturan baru ini merupakan keputusan dari Musyawarah Nasional (Munas) Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) tahun 2016 m / 1438 h di jakarta 2016.

Sebenarnya penyebaran informasi ini dari tingkat pusat hingga ke daerah-daerah ke seluruh pelosok negeri adalah hak dan kewajiban pihak LPTQ. Namun karena saya dan beberapa teman sudah terlanjur dapat bocorannya, maka saya share aja infonya. Mengingat lamabatnya informasi resminya dapat sampai ke daerah-daerah. Kasian kan teman-teman di daerah sedikit terlambat tahu perkembangan.

Oh ya. Bocoran ini adalah gambaran saja ya. Ini bukanlah informasi resmi dari LPTQ. Ingat ini bocoran. Bukan informasi resmi. Namun ini sudah di bahas dalam Munas LPTQ 2016 di Jakarta kemarin.
Informasi resmi, kapan peraturan ini akan diedarkan dan berlaku secara resmi adalah hak LPTQ. Kita semua harus menunggu pengumuman resmi dari LPTQ dan edaran resminya.

Kabarnya sih akan berlaku resmi pda Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) tahun 2017 di Kota Tarakan Propinsi Kalimantan Utara.

Baiklah berikut ini bocoran informasinya yang saya peroleh dari salah seorang peserta MUNAS tersebut :

==========
====

LAMPIRAN KEPUTUSAN
MUSYAWARAH NASIONAL
LEMBAGA PENGEMBANGAN TILAWATIL QUR’AN (LPTQ)
TAHUN 2016 M / 1438 H
DI JAKARTA


I. ORGANISASI / KELEMBAGAAN 
A. Organisasi / Kelembagaan 

Penguatan eksistensi dan status Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an dari Surat Keputusan Bersama Tentang Struktur dan Tata Kerja LPTQ menjadi Peraturan Presiden Tentang LPTQ, sebagaimana terlampir.

B. Rekomendasi 

1. Mendesak Kementerian Agama untuk segera menyelesaikan Rancangan Peraturan Presiden tentang LPTQ menjadi Peraturan Presiden;

2. Setelah terbitnya Peraturan Presiden tentang LPTQ, Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri segera menindaklanjuti Peraturan Presiden tersebut.

3. Melaksanan Buku Pedoman Musabaqah al-Quran pada penyelenggaraan Seleksi Tilawatil Quran XXIV Tahun 2017 di Provinsi Kalimantan Utara;

II. PROGRAM KERJA LPTQ PERIODE 2016 – 2020 
a. Bidang Sumber Daya Manusia 

1. Mensosialisasikan, melatih dan menerapkan e-MTQ dalam pelaksanaan MTQ/STQ pada setiap jenjang musabaqah;
2. Melakukan Orientasi perhakiman pada setiap cabang;
3. Mengadakan sertifikasi dewan hakim dari tingkat nasional sampai tingkat kab/kota; oleh LPTQ sesuai dengan jenjang;

4. Menetapkan standar kelayakan Dewan Hakim sesuai bidang;

5. Pelatihan Panitera dan Operataor IT dalam penilaian musabaqah;

6. Mengirimkan pelatih pada semua cabang musabaqah sesuai tingkatan dan permintaan;

7. Pengkaderan/pelatihan pengurus LPTQ untuk menjamin kesinambungan visi dan misi serta tujuan organisasi ;

8. Menyusun data base Dewan Hakim dan peserta MTQ.

b. Pengembangan 

1. Meningkatkan gerakan baca tulis dan pemahaman Al Qur’an melalui lembaga-lembaga keagamaan terkait berbagai jalur dan jenjang pada masyarakat.

2. Melakukan penelitian tentang kemampuan masyarakat dalam hal baca tulis Al-Qur’an dan upaya pengembangan LPTQ seluruh Indonesia.

3. Menyebarluaskan/mengembangkan penemuan-penemuan baru tentang metode cepat belajar membaca dan menulis huruf
Al Qur’an.

4. Penyusunan silabus dan petunjuk tehnis musabaqah Al-Hadits

5. Mempersiapkan dan mengirim para peserta berprestasi ke MTQ dan Haflah Al Qur’an internasional.

6. Pendayagunaan sumber daya insani pasca MTQ dan STQ dengan memberikan penghargaan, bea siswa, keterampilan dan permodalan.

c. Pembiayaan 

1. Mengusulkan anggaran dari APBN/APBD untuk operasional, pembinaan dan pengembangan LPTQ;

2. Menggali sumber dana yang sah dan tidak mengikat.

III.  PENYEMPURNAAN BUKU PEDOMAN MUSABAQAH 
a. Peserta 

1. Pendaftaran peserta MTQ-STQ dilakukan secara On Line melalui aplikasi E-MTQ, Penjelasan secara detail tentang E-MTQ tercantum di dalam Keputusan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: 394 Tahun 2016 tentang Pedoman Aplikasi Electronic Musabaqah Tilawatil Qur’an.

2. Pengesahan peserta dilaksanakan di Ibu Kota atau lokasi sesuai tingkatan penyelenggaraan MTQ-STQ baik ditingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan.

3. Peserta harus berdomisili di daerah yang diwakilinya minimal 6 (enam) bulan.

4. Tidak diperbolehkan peserta Lintas Propinsi

5. Dilakukan fingerprint untuk setiap peserta ketika pendaftaran ulang dan ketika akan tampil.

Mencoba berkarya agar makin mantap
b. Persyaratan Hakim 

1. Sehat jasmani dan rohani
2. Memiliki sikap jujur, amanah, adil, obyektif, bertanggung jawab, berkelakuan tidak tercela, dan berdedikasi tinggi.

3. Memiliki ilmu yang memadai tentang obyek yang dinilai.

4. Memiliki ketelitian dan kecermatan.

5. Memiliki ilmu, kecakapan dan kemampuan fisik untuk menerapkan sistem perhakiman dan cara penilaian yang berlaku.

6. Pernah menjadi Dewan Hakim MTQ/STQ setingkat di bawahnya minimal 3 kali atau pernah menjadi Dewan Hakim MTQ/STQ setingkat.

7. Pernah mengikuti pelatihan perhakiman sesuai dengan tingkatan MTQ/STQ, yang dibuktikan dengan sertifikat.

c. Rekruitmen Dewan Hakim 

1. LPTQ pelaksana MTQ-STQ mengirim surat permohonan kepada LPTQ di bawahnya perihal usulan calon dewan hakim dalam batas waktu yang ditentukan.

2. Usulan nama-nama calon hakim harus memperhatikan terpenuhinya persyaratan dewan hakim dan diutamakan bagi yang pernah juara pada MTQ sesuai tingkatan MTQ dilaksanakan,

3. Dewan Hakim yang diusulkan harus ada keterwakilan perempuan,

4. LPTQ Pelaksana menyeleksi nama-nama calon dewan hakim sesuai dengan kebutuhan cabang, golongan dan bidang yang dinilai dalam musabaqah.

5. Nama-nama dalam daftar usulan tidak secara otomatis menjadi dewan hakim,

6. Nama-nama  terpilih  mengisi  formulir  kesediaan  menjadi
Dewan Hakim,

7. Nama-nama yang terpilih dan telah menyatakan kesediaan ditetapkan sebagai Dewan Hakim oleh pejabat sesuai tingkatan musabaqah.

d. Pelantikan dan Bai’at Dewan Hakim 

Seluruh anggota Dewan Hakim sebelum melaksanakan tugas, dilantik serta mengangkat sumpah/bai’at di hadapan pejabat yang mengangkat.

e. Orientasi Dewan Hakim 

1. Orientasi Dewan Hakim adalah pertemuan yang dilaksanakan dalam rapat pleno dewan hakim yang dihadiri oleh seluruh unsur Dewan Hakim dan Dewan Pengawas,

2. Orientasi Dewan Hakim membahas pembagian tugas Dewan Hakim dan Dewan Pengawas serta hal-hal lain yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan perhakiman yang diawali dengan ta’aruf Dewan hakim dan dewan Pengawas.

f. Tilawah Al-Qur’an 

1. Ditambah   dua   golongan,   yaitu   Murattal   Dewasa   dan
Mujawwad Remaja

2. Usia Peserta:
a. Golongan Tartil al-Qur’an, umur maksimal 12 tahun 11 bulan 29 hari;
b. Golongan Anak-anak, umur maksimal 14 tahun 11 bulan 29 hari;
c. Golongan Remaja, umur maksimal 24 tahun 11 bulan 29 hari;
d. Golongan Dewasa, umur maksimal 40 tahun 11 bulan 29 hari;
e. Golongan Cacat Netra , umur maksimal 49 tahun 11 bulan 29 hari;
f. Golongan Remaja Qira’at as-Sab’ah Mujawwad, umur maksimal 24 tahun 11 bulan 29 hari;
g. Golongan Dewasa Qira’at as-Sab’ah Mujawwad, umur maksimal 40 tahun 11 bulan 29 hari;
h. Golongan remaja Qira’at as-Sab’ah Murattal, umur maksimal 24 tahun 11 bulan 29 hari;
i. Golongan Dewasa Qira’at as-Sab’ah Murattal, umur maksimal 40 tahun 11 bulan 29 hari.

3. Penentuan usia peserta didasarkan pada bulan, tanggal dan tahun kelahiran, bukan berdasarkan pernikahan.

4. Lagu pertama pada awal ayat harus dimulai dari lagu Bayyati yang dibawakan dengan: 4 (empat) tangga nada, yaitu ; 1) Qarar 2) Nawa , 3) Jawab dan 4 ) Jawabul Jawab, atau 3 (tiga) tangga nada, yaitu 1) Nawa , 2) Jawab dan 3 ) Jawabul Jawab, atau minimal 3 (tiga) tangga nada, yaitu 1) Qarar , 2) Jawab dan 3 ) Jawabul Jawab. Setelah itu baru pindah kepada jenis lagu yang lain. Sebagai lagu penutup, juga harus lagu Bayyati. Ketentuan di atas berlaku, baik pada Babak penyisihan dan Babak final.

5. Jumlah angka maksimal Bidang Lagu adalah 25 point, sedangkan minimal 2,5 point untuk Babak Penyisihan dan Babak Final.

6. Peserta Tartil yang tampil dan mengakhiri bacaannya kurang dari waktu yang ditentukan, maka nilai dikurangi maksimal 2 point tajwid, 2 point fashahah, dan 1 point irama.

7. Maqra’ Babak Final Golongan Dewasa ditentukan ayat dan Komposisi lagu.

8. Jika peserta menyalahi komposisi lagu yang ditentukan, maka nilai dikurangi 3 (tiga) point di Bidang Lagu.

9. Blanko Nilai Bidang Lagu pada point 2 (dua) ditambah menjadi: Jumlah dan komposisi lagu.

10. Setiap kesalahan khafi pada Bidang Tajwid dan Fashahah dikurangi ½ point.

11. Setiap kesalahan pada Bidang Lagu dan Suara dikurangi ½ point.

12. Item Mura’atul Kalimat dipisah dari Mura’atul Ayat. Mura’atul Kalimat dikurangi 9 point dan Mura’atul Ayat dikurangi 15 point

13. Ditambah penjelasan tentang Mura’atul Harakat.

14. Ditambah  point  Ahkamul  Huruf  pada  Bidang  Tajwid  dan Kaidah Ushuliyyah untuk Golongan Qira’at.

15. Peserta Qira’at yang membaca kurang dari dua riwayat dari Imam Qira’at yang ditentukan, maka nilai Bidang Fashahah dan Kaidah Ushuliyyah dikurangi 5 point untuk setiap kekurangan.

16. Peserta Cacat Netra yang sudah meraih Juara Pertama diperbolehkan menjadi peserta pada MTQ tahun-tahun berikutnya.

17. Pada MTQ XXVII tahun 2018 di Medan Sumatera Utara:
a. Untuk Golongan Qira’atus Sab’ah, qira’at yang dimusabaqahkan adalah Qira’at Imam Nafi’ riwayat Qalun dan Warsy, dan Qira’at Imam Ibnu Katsir riwayat Al-Bazzi dan Qunbul;

b. Diadakan Juara Favorit pada Finalis Golongan Dewasa tentang keilmuan terkait ayat yang dibaca.

Bikin kaligrafi di media tripleks

g. Tahfidz Al-Qur’an 

1. Usia peserta:
a) Peserta golongan 1 Juz dan Tilawah, umur maksimal 15 tahun 11 bulan 29 hari
b) Peserta golongan 5 Juz dan Tilawah, umur maksimal 20 tahun 11 bulan 29 hari
c) Peserta golongan 10 Juz, umur maksimal 22 tahun 11 bulan 29 hari
d) Peserta golongan 20 Juz, umur maksimal 22 tahun 11 bulan 29 hari
e) Peserta golongan 30 Juz, umur maksimal 22 tahun 11 bulan 29 hari

2. Apabila peserta sudah menjawab pertanyaan lalu minta pertanyaan diulang, maka nilai Bidang Tahfizh dikurangi 1 (satu) point.

3. Apabila peserta salah hafalan tetapi Hakim Penanya tidak member peringatan, maka nilai Bidang Tahfizh dikurangi ½ (setengah) point

4. Tawaqquf: nilai dikurangi 2 (dua) point apabila peserta diam lebih 10 detik kemudian dibimbing

5. Kesalahan Tardid al-Kalimat dikurangi 1/3 (sepertiga) untuk setiap pengulangan. Apabila peserta sudah mengulang 2 (dua) kali dan tidak bisa melanjutkan bacaan kemudian dibimbing, maka dikurangi 2 (dua) point.

6. Peserta  diberi  kesempatan  dibimbing/dituntun  sebanyak  2 (dua) kali untuk setiap soal. Apabila masih juga salah, maka dipindah pada pertanyaan berikutnya atau diakhiri apabila pertanyaan sudah habis.

7. Khusus untuk golongan tahfizh 30 Juz diperbolehkan memilih Thariq Ay-Syathibiyyah atau Thariq Thayyibatun Nasyr

h. Tafsir Al-Qur’an 

1. Usia peserta Tafsir Bahasa Arab: umur maksimal 22 tahun, 11 bulan, 29 hari
2. Usia peserta Tafsir Bahasa Indonesia: umur maksimal 34 tahun, 11 bulan, 29 hari
3. Usia peserta Tafsir Bahasa Inggris: umur maksimal 34 tahun, 11 bulan, 29 hari

i. Fahm Al-Qur’an 

1. Golongan Fahm Al-Qur’an terdiri atas:
a. Putra
b. Putri

2. Peserta musabaqah cabang Fahm al-Qur’an adalah putra-putri yang memenuhi ketentuan umum, dengan persyaratan umur maksimal 18 tahun 11 bulan 29 hari

j. Syarh Al-Qur’an 

1. Golongan Syarh  Al-Qur’an terdiri atas:
a. Putra
b. Putri

2. Peserta musabaqah cabang Syarh al-Qur’an adalah putra-putri yang memenuhi ketentuan umum, dengan persyaratan umur maksimal 18 tahun 11 bulan 29 hari

Aneka koleksi peralatan dan buku khat penulis yang dikirim dari Turki
k. Khat Al-Qur’an 

1. Cantumkan dalam blanko tentang Nilai Minimal
2. Perjelas bentuk kesalahan dan hakim bidang apa yang bertugas mengurangi
3. Waktu untuk golongan Naskah: 8 Jam
4. Perlu pengaturan waktu istirahat
5. Dilarang membawa alat komunikasi (telepon genggam atau sejenisnya) dan perangkat elektronik lainnya yang memiliki fasilitas kamera digital ke dalam arena musabaqah.

6. Materi khath diberikan pada saat technical meeting atau 2 (dua) hari sebelum pelaksanaan musabaqah untuk babak penyisihan dan 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan musabaqah untuk babak final.

7. Khusus untuk golongan Hiasan Mushaf, gaya hiasan atau iluminasi dan ornamen harus menggambarkan halaman pertama mushaf al-Qur’an sebagaimana tergambar pada halaman Umm al-Qur’an/surah al-Fatihah, dan halaman awal surah al-Baqarah.

8. Jenis khath untuk golongan Kaligrafi Kontemporer adalah 4 (empat) jenis, yaitu: kontemporer tradisional, figural, simbolik, dan ekspresionis.

9. Jenis khath untuk masing-masing golongan:

a. Golongan Naskah
terdiri atas: khath wajib (Naskhi) dan 4 (empat) jenis khath pilihan (selain Naskhi, yaitu: Tsulus, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Kufi, dan Riq’ah). Penentuan 4 (empat) jenis khath pilihan dilakukan dengan cara diundi pada saat musabaqah. Jumlah ayat yang diberikan sekira 5 —

10 baris ukuran mushaf untuk khath Wajib dan sekira 4— 5 baris ukuran mushaf untuk khath Pilihan baik pada Babak Penyisihan maupun Babak Final.

b. Golongan Hiasan Mushaf 
adalah khath Naskhi khusus untuk teks pokok pada babak penyisihan dan selain Naskhi untuk babak final. Penentuan jenis khath untuk babak final ditentukan dengan cara diundi pada saat musabaqah babak final. Teks ayat untuk babak penyisihan menggunakan Khat Naskhi, sekira 4— 5 baris ukuran mushaf. Teks ayat untuk Babak Final menggunakan Khat sesuai hasil undian, sekira 4— 5 baris ukuran mushaf.

c. Golongan Dekorasi
adalah 5 (lima) jenis dari 7 (tujuh) jenis khath yang dimusabaqahkan. Penentuan jenis khath yang ditampilkan dilakukan dengan cara diundi pada saat musabaqah. Jumlah ayat yang diberikan sekira 4-5 baris ukuran mushaf baik pada Babak Final Maupun Penyisihan.

d. Golongan Kaligrafi Kontemporer
adalah salah satu dari 4 (empat) gaya khat kontemporer yang dimusabaqahkan.

Penentuan jenis khath yang ditampilkan dilakukan dengan cara diundi pada saat musabaqah. Jumlah ayat yang diberikan sekitar 0,5 — 2 baris ukuran mushaf baik pada Babak Final maupun Babak Penyisihan.

10. Media/Perlengkapan:
a. Kertas karton gambar berwarna putih berukuran manila (+85 x 61 cm) untuk golongan Naskah dan Hiasan Mushaf. Tripleks ukuran 80 x 120 cm atau sepertiga lembar tripleks untuk golongan Dekorasi yang telah diberi warna dasar putih.

l. Makalah Al-Qur’an 

1. Alat yang digunakan Lap Top yang dibawa oleh masing-masing peserta.

2. Panitia Penyelenggara menyiapkan teknisi atau programmer untuk jaminan keamanan program laptop peserta

3. Pentingnya dokumentasi dan publikasi Karya
4.  Harus  dilakukan  sosialisasi  standarisasi  penilaian dan
Majelis MMQ sampai ke tingkat Kabupaten/Kota

m. Interval Nilai 

1. Interval Nilai untuk hakim penilai bidang yang sama adalah 1 (satu) point antara nilai tertinggi dan terendah bagi setiap peserta, kecuali Bidang Tafsir, Materi/Isi Syarh Al-Qur’an dan Bidang Materi/Isi Makalah Al-Qur’an adalah 2 (dua) point.

2. Penyesuaian/normalisasi interval nilai yang lebih dari 1 (satu) point harus didasarkan pada argumen setiap hakim penilai bidang dimaksud.

n. Juara Kembar 

1. Tidak ada juara kembar pada MTQ/STQ;
2. Apabila terjadi nilai yang sama diantara peserta maka untuk menentukan finalis atau kejuaraan diadakan penampilan ulang;

3. Waktu dan Tempat penampilan ulang ditentukan oleh Majelis Hakim terkait.

o. Juara Favorit 

1. Juara Favorit bisa berupa:
a. Nafas terpanjang
b. Nilai akumulasi tertinggi
c. Usia termuda
d. Wawasan keilmuan berkenaan dengan ayat yang dibaca.

2. Juara Favorit tidak mempengaruhi kejuaraan Umum.

Karya Kaligrafi Naskah

p. Kerjasama Luar Negeri 

1. MTQ Internasional terdiri atas 4 (empat) jenis yaitu :
a. MTQ Internasional oleh Pemerintah Pusat
b. MTQ Internasional oleh Pemerintah Daerah
c. MTQ Internasional oleh Pemerintah Negara Mitra
d. MTQ Internasional di negara-negara sahabat

2. Uraian detail tentang Kerjasama Luar Negeri dapat dibaca di Buku Pedoman Musabaqah.

q. Kepaniteraan 

Ditambahkan aturan tentang Panitera

r. Nama Buku dan Waktu Pemberlakuan 

1. Buku Pedoman Musabaqah Al-Qur’an yang disempurnakan dan disahkan pada Musyawarah Nasional tahun 2016 di Jakarta diberi nama “Buku Pedoman Musabaqah Al-Qur’an
2016.

2. Buku Pedoman dimaksud pada point 1 mulai diberlakukan pada Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) tahun 2017 di Kota Tarakan Propinsi Kalimantan Utara.

Oh ya bagi yang mau order/pesan online klik produk yg ada mau untuk baca deskripsinya dahulu
mainan anak islami,
jam tangan,
jasa pembuatan kaligrafi dan perlengkapan batu akik.
Yang mau order silahkan klik link di atas barusan.

Kaligrafi Kontemporer

Berikut ini adalah contoh kaligrafi lukis kontemporer hasil lomba kaligrafi pada Pospenas (Pekan Olah Raga Dan Seni Pondok Pesantren Nasional) ke V di Surabaya tahun 2010. Untuk melihat foto dengan jelas , silahkan klik gambarnya. Untuk download foto-foto tersebut silahkan KLIK DISINI.
Berikut ini beberapa artikel penting tentang kaligrafi kontemporer lainnya :



Untuk download foto-foto tersebut silahkan KLIK DISINI

KALIGRAFI ISLAM KONTEMPORER

Oleh: Drs.H. D. Sirojuddin AR, M.Ag.

A. Iftitah
Inti ajaran Islam adalah tauhid. Kaligrafi yang kerap diistilahkan dengan sebutan art of Islamic art (seninya seni Islam) mencerminkan inti ajaran tersebut, merujuk kepada kelahiran dan perkembangannya yang menjauhkannya dari ikonoklasme. Ciri-cirinya menonjol dari penampilannya yang abstrak, yang karenanya kerap pula disebut ‘seni abstrak’, sehingga terjauh dari kemungkinan gambaran-gambaran yang menjurus pada obyek syirik atau sesembahan semisal pada seni patung atau seni suara dan tari yang kerap ‘tenggelam dalam pusaran siklus hawa nafsu” sehingga pada titik ekstrem menjadi hampa akan makna dan nilai-nilai moral.

Maka dalam perjalanannya, kaligrafi Arab yang lebih sering menjadi alat visual ayat-ayat al-Quran, tumbuh tertib mengikuti rumus-rumus berstandar (al-khat al-mansub) olahan Ibnu Muqlah yang sangat ketat. Standarisasi yang menggunakan alat ukur titik belah ketupat, alif, dan lingkaran untuk mendesain huruf-huruf itu mencerminkan “etika berkaligrafi” dan kepatuhan pada “kaedah murni” aksara Arab. Terutama bagi pemula, berpegang teguh pada kaidah khattiyah ini sangat penting. Mengetahui seluk beluk aliran kaligrafi dan tatacara penulisannya tidak saja akan memperkokoh kredibilitas tulisan pada komposisi yang serasi (insijam wa mu’alamah). Lebih dari semuanya, sang karya dapat dipertanggungjawabkan sebagai hasil pencapaian yang utuh (al-ikhtira al-kamil).

Hasil dari ikhtiar tersebut, telah lahir aliran-aliran kaligrafi yang beragam. Dimulai dari pengembangan al-aqlam as-sitah (Tsuluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Tawqi, dan Riqa’) di masa pemerintahan daulah Umayyah sebagai era kebangkitan kedua pasca khat Kufi dan kaligrafi kursif kuno sesudahnya. Dari enam gaya tulisan yang populer dengan sebutan Shish Qalam di Persia ini berkembang pula ratusan gaya lain. Sampai abad 20, gaya-gaya tersebut menunjukan fluktuasi perkembangan yang dinamis, meskipun kelahirannya hanya meninggalkan sekitar tujuh gaya tulisan modern: Naskhi, Tsulutsi, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Kufi, dan Riq’ah. Gaya-gaya tulisan tersebut masih berkutat pada standar system Ibnu Muqlah tanpa mengalami perubahan yang berarti.

Namun belakangan, muncul gerakan menjauhkan diri dari kebekuan ikatan-ikatan baku di atas. Kreasi mutakhir yang menyimpang dari grammar lama ini populer dengan sebutan kaligrafi kontemporer, merujuk pada gaya zaman kiwari yang penuh dinamika dan kreativitas dalam mencipta karya yang serba aneh dan unik.

Risalah ini bermaksud mengenalkan serba sedikit gambaran mengenai kaligrafi Islam kontemporer dan rembesan pengaruhnya terhadap seniman lukis dan para kaligrafer di Indonesia.

B. Pembatasan Masa Kontemporer
Meskipun kaligrafi dapat dimasukkan ke bagian seni rupa, namun tidak harus mengikuti corak periodisasi seni rupa secara utuh. Kendatipun begitu, tidak dapat disangkal bahwa gaya kaligrafi Islam “kontemporer”, “modern” atau “masakini” tidak lepas dari perjalanan dan bias pengaruh seni rupa modern, yang merupakan fenomena konsep dan realitas di tengah lalu lintas perjalaan seni rupa di seluruh pelosok dunia.

Mungkin secara kebetulan, dalam proses perkembangannya, seni rupa modern yang awalnya tumbuh di Barat, merembes ke Timur Tengah dan bagian-bagian dunia Islam yang lain termasuk Indonesia. Abdel Kebir Khatibi dan Mohammed Sijelmassi memprediksi adanya hubungan kuat Barat-Timur tersebut, karena tulisan yang merupakan bagian dari seni grafis berhubungan erat dengan seni-seni lain seperti menggambar, melukis, dan arsitektur. Di sini tulisan bergabung dalam satu latar kesatuan unit media seperti dinding masjid atau kanvas lukisan. Oleh karena itu, meskipun seni lukis tumbuh independen, kenyataannya secara konstan mengikuti dan diikuti irama seni tulis secara kreatif.

Gejala ini muncul terutama tahun ’70-an dan berkembang lebih beringas di tahun ’80-an yang diikuti oleh pameran-pameran yang meluas di Eropa dan negara-negara Islam termasuk Indonesia.

Namun, tanda-tanda dan yang mengarahkan pada model kaligrafi “bebas” atau “dibebaskan” ini sudah berlangsung sebelum tahun-tahun tersebut dan tidak semata dipengaruhi seni rupa Barat. Pertama, hasrat “perburuan” terhadap penemuan-penemuan baru di kalangan khattat selalu menggebu yang sampai pada titik kulminasi di mana kreasi ditujukan untuk mencapai karya-karya masterpiece yang adiluhung. Selanjutnya, seni kaligrafi maju lagi kepada konsep kreatif yang lebih filosofis di masa Turki Usmani dan kerajaan-kerajaan Islam Persia seperti Ilkhaniyah, Timuriyah, dan Safawiyah. Karya-karya unik ini menonjol pada gaya Tugra dari Turki Usmani dan pola-pola animasi dari Persia. Kedua, sifat plastis yang dimiliki kaligrafi Arab, memudahkan beradaptasi dengan pengaruh-pengaruh luar yang memuncak dengan kehadiran pengaruh seni rupa Barat di penghujung abad ke-20, terutama dalam titimangsa 20 tahunan terakhir.

Seni rupa Islam kontemporer, yang di dalamnya termasuk kaligrafi, menurut kritikus dan kurator seni rupa Marwan Yusuf, memang bisa membuat masyarakat terkejut, karena kehadirannya yang tiba-tiba populer di tahun ’70-an. Padahal tidak muncul begitu saja, melainkan melalui pergumulan ide yang panjang. Jadi, sejak penghujung dasawarsa 1970-an, seni kaligrafi Islam mulai dilanda oleh semangat posmodernisme. Bahkan, jauh sebelum posmodernisme berkembang menjadi jargon.

C. Corak Kaligrafi Islam Kontemporer
Kaligrafi Islam kontemporer merupakan karya “pemberontakan” atas kaedah-kaedah murni kaligrafi klasik. Perkembangannya sangat pesat menjejali aneka media dalam bentuk-bentuk kategori. Mazhab tersebut berusaha lepas dari kelaziman khat atau kaligrafi murni yang banyak dipegang para khattat di banyak pesantren dan perguruan-perguruan Islam seperti Naskhi, Tsulutsi, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Kufi, dan Riq’ah.

Di antara ciri-ciri “pelanggaran” yang menunjuk pada bukti kebebasan kreatif yang menghasilkan gaya berbeda ini dapat disimpulkan dari kemungkinan-kemungkinan berikut:

1. Sepenuhnya berdiri sendiri sebagai suguhan khas pelukisnya, dengan mengabaikan samasekali bentuk anatomi huruf khat murni. Bentuk ini merupakan eksplorasi teknik dan kebebasan ekspresi penuh sang pelukis.
2. Merupakan kombinasi antara hasil imaji pelukis dengan gaya murni yang sudah populer. Pada bagian ini, karya kontemporer masih mewarisi sedikit warisan bentuk tradisionalnya.
3. Gaya kontemporer juga lebih mengarah kepada kecenderungan tema, yakni karya dwi-matra (dua demensi) maupun tri-matra (tiga dimensi) yang menghadirkan unsur kaligrafi “secara mandiri” maupun dilatari unsur lain dalam kesatuan estetik dengan penampilan sebagai gaya ungkapan, media, dan teknik. Wujud nyata alam pada karya-karya dihadirkan melalui penggambaran nyata berupa pemandangan benda-benda, peristiwa.

Corak-corak kaligrafi Islam kontemporer, karenanya, oleh Ismail dan Lamya al-Faruqi dibagi kepada kategori-kategori tradisional, figural, ekspresionis, simbolik, dan abstraksionis mutlak.

a. Kaligrafi Tradisional
Tipe ini dihasilkan oleh para kaligrafer kontemporer muslim dalam pelbagai gaya dan tulisan yang telah dikenal generasi kaligrafer terdahulu. Pemakaian kata “tradisional” menunjukan kesesuaian dengan tradisi khat masa lalu. Pesan-pesan lebih ditekankan pada pengaturan yang indah dari hruf-huruf ketimbang menampilkan lukisan kaligrafi dalam bentuk figur-figur alam.

Meskipun demikian, terdapat juga kaligrafer tradisional yang melukis kaligrafi dalam pola dedaunan atau motif-motif bunga dan pola-pola geometris. Namun, efek keseluruhan karya kontemporer kaligrafer tradisional adalah abstrak. Di antara pelukis kaligrafi dewasa ini yang mewakili kategori tradisional adalah Said al-Saggar, Muhammad Ali Syakir, Ilham al-Said, Emin Berin, Adil al-Sagir dan lain-lan.

b. Kaligrafi Figural
Kaligrafi kontemporer disebut sebaga “figural” karena ia menggabungkan motif-motif figural dengan unsur-unsur kaligrafi melalui pelbagai cara dan gaya. Unsur-unsur figural lazimnya terbatas pada motif-motif daun atau bunga yang dilukiskan atau dinaturalisasikan agar lebih sesuai dengan sifat abstrak seni kaligrafi Islam. Figur-figur manusia atau binatang biasanya jarang ditemukan dalam naskah-naskah al-Quran yang ditulis secara kaligrafis, dalam dekorasi masjid atau madrasah. Tipe terakhir ini lebih banyak digunakan pada perkakas rumah tangga.

Dalam tipe figural, kerap terjadi “peleburan” huruf dalam seni lukis masa lalu dan kontemporer. Dalam desain seperti ini, huruf-huruf diperpanjang atau diperpendek, melebar dan menyelip atau diperinci dengan perluasan lingkaran, ikalan atau tanda-tanda tambahan atau sisipan lain yang dibuat agar sesuai dengan bentuk non-kaligrafis, geometris, floral, fauna atau sosok manusia. Sayyid Naquib al-Attas merupakan salah seorang tokoh kaligrafer kontemporer yang banyak menciptakan gaya peleburan kaligraf figural selain Sadiqayin dari Pakistan.

c. Kaligrafi Ekspresionis
Kaligarfi “ekspresions” merupakan tipe ketiga seni kaligrafi kontemporer di dunia Islam masa kini. Gaya ini, seperti karya-karya kaligrafi waktu-waktu terakhir, berhubungan degan perkembangan-perkembangan utama dalam estetika Barat. Meskipun para kaligrafer ekspresionis menggunakan “perbendaharaan kata” warisan artistik Islam, namun mereka jauh berpindah dari contoh “grammar” kaligrafi yang asli.

Dalam karya kaligrafi ekspresionis, pelukisnya berusaha menyampaikan pesan emosional, visual, dan respon pribadi terhadap obyek-obyek, orang-orang atau peristiwa yang digambarkan. Buland al-Haidari menggambarkan karya kaligrafi ekspresionis sebagai usaha menggunakan huruf-huruf sebagai “penyaluran perasaan dan gagasannya yang paling dalam, dan karena itu dipengaruhi oleh apa yang hidup dalam kesadarannya”. Ia meyakinkan dalamnya pengaruh semangat Islam yang mendorong tumbuhnya gagasan dan ilham mencpta sang kaligrafer yang tiada akhir. Sebagian karya Hassan Massoud (Tunisia), Qutaba Shaikh Nouri Diya al-azawi (Irak) mewakili orientasi seni khat jenis ini.

d. Kaligrafi Simbolis
Kategori keempat kaligrafi Islam kontemporer termasuk apa yang disebut kaligrafi “simbolis”. Dengan memaksakan penyatuan melalui kombinasi makna-makna, peranan huruf-huruf sebagai penyampai pesan dinafikan. Bukti dari akulturasi semacam ini sangat kentara dalam desain-desain kaligrafer kontemporer yang menggunakan huruf atau kata Arab tertentu sebagai simbol suatu gagasan atau ide-ide yang kompleks. Misalnya huruf sin diasosiasikan dengan sayf (pedang) atau sikkin (pisau) yang lazimnya disandingkan bersama penggambaran obyek-obyek asosasi untuk menyampaikan “pesan-pesan khusus”nya.

Bagi sebagian kalangan, hampir semua huruf bisa dipahami secara simbolik (metaforika), meskipun tidak disetujui sebagian yang lain.

e. Kaligafi Abstrak
Gaya kelima kaligrafi Islam kontemporer ini disebut al-Faruqi dengan julukan “Khat Palsu” atau “Khat Kabur Mutlak”, karena menunjukan corak-corak seni yang menyamai huruf-huruf dan atau perkataan-perkataan tetapi tidak mengandung makna apapun yang dapat dikaitkan dengannya.

Dengan menafikan makna linguistik, huruf-huruf tersebut hanya menjadi unsur sesuatu corak untuk “tujuan-tujuan” seni semata. Melalui penggunaan unsur-unsur abjad yang berubah-ubah itu, ahli-ahli kaligrafi abstrak mempergunakan huruf-huruf sebagai corak dan tidak sebagai unsur-unsur suatu pesan.

Muhammad Ghani, salah seorang tokoh aliran abstak, menggubah-gubah huruf dengan membenturkannya dengan huruf-huruf sebelum dan sesudahnya, sehingga meninggalkan kekosongan di kedua sisinya. Yang sangat aktif beruji coba dengan tipe ini adalah seniman kaligrafi Islam kontemporer Tunisia, Naja al-Mahdawi, Muhamad Saber Fauzi dan Hossein Zenderoudi (Iran), Kamal Boullata (Yerusalem), Rashid Korishi (Algeria) dan al-Said Hassan Shakir (Irak) yang lebih banyak menghasilkan “ukiran” mutlak daripada sesuatu yang dapat dibaca.

D. Pengaruh Luar Terhadap Kaligrafi Islam
Kaligrafi Islam kontemporer yang saat ini sering digabungkan dengan seni rupa kontemporer telah menjadi fenomena internasinonal. Sebagaimana seni rupa umumnya, ia pun berkembang bersama gelombang perubahan yang lebih luas, bahkan acapkali melabrak batas-batas “grammar” yang sebelumnya disucikan.

Terseretnya khat Arab ke dalam arus perubahan yang dramatis ini disebabkan oleh karena alphabetnya sangat toleran dijadikan (dan selalu mencakup) “ekspresi segala sesuatu”. Sementara itu, searah kaligrafi sendiri sebenarnya adalah sejarah penemuan dan perburuan gaya-gaya. Oleh Habibullah Fada’li disebutkan, bahwa setiap gaya kaligrafi tunduk sepenuhnya terhadap eksperimen dan modifikasi selama bertahun-tahun bahkan berkurun-kurun, sampai terbentuknya pola yang benar-benar sempurna. Terutama semenjak tahun 70-an pengaruh pemikiran dan orientasi Barat terasa sangat dominan, sehingga memberikan gaya baru pada sosok kaligrafi Islam kontemporer. Bahkan menurut Samir al-Sayegh, sampai detik ini pun kecenderungan lebih berkiblat ke Barat di kalangan kaligrafer di kawasan Arab dan wilayah Islam lainnya sangat mencolok melebihi perhatian mereka ke gaya seni Timur lampau. Akibatnya, karakter asli kerapkali menghilang.

Kaligrafi eskpresionis, seperti jenis-jenis gaya baru yang lain, nyata-nyata berkaitan dengan gerakan estetika Barat. Ia adalah kesan dari “pembudayaan” seni Islam dan artisnya oleh seni Barat akhir-akhir ini. Gaya ekspresionis dalam kaligrafi Islam kontemporer, seperti dalam seni rupa kontemporer, sering tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Karena karya-karya para kaligrafer muslim kontemporer lebih mencerminkan tradisi seni Barat, kaligrafi semacam ini menurut al-Faruqi sedikit sekali artinya dalam upaya kebangkitan seni kaligrafi Islam.

Kaligrafi simbolik yang didominasi oleh gagasan dan ekspresi seni Barat juga merupakan “penyelewengan” serius dari tradisi estetika Islam yang bersifat transenden. Dalam kaligrafi ini, sekali lagi unsur-unsur kebaratan mempengaruhi orientasi kesenian dan prosesnya. Hal seperti ini tidak seharusnya mengagetkan, karena pilihan gaya pada kecenderungan seni rupa kontemporer bernafaskan Islam tidak terbatas pada gaya kaligrafi dan abstrak formalisme, melainkan juga mencakup gaya ekspresif, simbolis, dan instrumental (realisme maupun surealisme). Oleh karenanya, kelahiran gaya semacam ini merupakan suatu keniscayaan dan tidak mungkin dibendung.

Yang sangat santer adalah pengaruh “kebebasan penuh” ala Barat yang menonjolkan pada garapan model kaligrafi “abstrak”, istilah yang menunjukan kekaburan. Piet Mondrian dari Belanda adalah pelukis dan penyumbang terpenting gerakan ini. Kehadiran gaya abstrak dalam kaligrafi Islam kontemporer, sungguhpun bertentangan dengan unsur-unsur kreativitas seni yang diamalkan para kaligrafer muslim berabad-abad lamanya, kini semakin ngetrend di kalangan pelukis atau kaligrafer muslim kontemporer, terutama yang berhubungan banyak ke Barat, baik melalui pendidikan maupun kegiatan pameran.

Nama-nama pelukis kaligrafi abstrak kontemporer yang sehaluan dengan Zenderoudi seperti M. Omar, Benbella, Mahdoui, E.Ednan, dan Mehdi Qotbi kelahiran Rabat, kini hidup di Paris. Kamal Boullata bekerja di Washinton DC Ali Omar Ermes dari Libya Berstudi di London. Pergaulan dengan Barat para pelukis tersebut dan pelukis-pelukis lainnya memberikan pengaruh kuat terhadap gaya dan orientasi dalam karya-karya lukis kaligrafi mereka.

Bekal pengalaman hidup dan bergaul dengan seni lukis kontemporer Barat tersebut lebih mendapat pengukuhan via pameran-pameran yang biasanya menampilkan hasil karya kebudayaan Arab tradisional yang dipajang berdampingan dengan komposisi-komposisi abstrak dan surealistik. Misalnya, pameran bersama para seniwati Arab Saudi di Washington dan Fairfax, Virginia 1988, memancing banyak perhatian pemerhati seni lukis modern. Pameran ini menyambung sambutan atas pameran 64 pelukis Pakistan di London Centre for Pakistan Studies, 1987 yang luar biasa antusias. Pameran-pameran semacam dilangsungkan lebih sering, bahkan terutama di kawasan Negara-negara petrodollar Timur Yengah seperti Arab Saudi atau Abu Dhabi. Terakhir, 6 April sampai 7 Mei 1997, kaligrafer kontemporer Kuwait Fareed Abdulrahem al-Ali memamerkn “Formations of the revered word Allah”, di House of Zeinab Khatun al-Azhar Kairo, yang juga “mencekam” perhatian penonton karena gaya-gaya “pemberontakan” yang ditampilkannya. Fareed kembali menggelar karyanya di al-Qa’ah al-Kubra Abu Dhabi 1-8 Oktober 1998 atas prakarsa Muassasah al-Tsaqafah wa al-Funun yang disambut meriah.

Tambah maraknya kecenderungan baru berkaligrafi di tahun-tahun terakhir mendorong dan didorong kreativitas menggebu para peluis kaligrafi Islam kontemporer yang mencerminkan kecenderungan rata-rata sikap batin dan pikiran mereka. Contoh paling mencolok adalah kaligrafer kontemporer Tunisia Naja al-Mahdawi yang saban hari berujicoba huruf lebih dari 13 jam secara tekun. Di antara ungkapan-ungkapannya yang paling “berani” adalah sebagai beriku :

“Huruf bagi saya adalah material hidup, yang darinya saya olah apa saja sekehendak saya”
“Dalam teknik mengolah seni saya, saya kembali ke warisan secara alamiah, namun saya musti keluar darinya. Kalau tidak, saya akan mati di sana”

Sikap Naja al-Mahdawi mencerminkan pandangan perlunya pengembangan huruf-huruf supaya tidak statis, karena huruf-huruf itu sendiri menawarkan kelenturan luar biasa. Sudah pasti sikap revolusionernya, yang oleh Charbal Dagir disebut “permainan gila” (al-la’bah al-majnunah), tidak terlepas dari pergaulan kesehariannya dengan model-model kreasi lukis gaya kontemporer Eropa. Tata pergaulan semacam ini oleh kaligrafer muslim kontemporer, Hassan Massaoud yang puya pergaulan erat dengan kehidupan seni Barat di Perancis, dianggap sangat menemtuan. Ia bahkan menyebut tentang “tatacara melindungi kaligrafi supaya terpelihara”, yaitu dengan menempatkan sang kaligrafer di tengah masyarakat. Tidak dapat disangkal, jika masyarakat sepergaulannya adalah para perupa Barat, maka akan lahir darinya adalah kreasi yang bemazhab atau dipengaruhi mazhab Barat.

E. Lukisan Kaligafi Islami di Indonesia
“Lukisan kaligrafi” atau “kaligrafi lukis” mulai populer di Indonesia terutama semenjak pameran pada MTQ Nasional XI tahun 1979 di Semarang. Pameran yang lebih besar lagi diselenggarakan tahun 1980 bersamaan dengan Muktamar media masa Islam se-dunia I di Balai Sidang Senayan, Jakarta. Semenjak itu, pameran-pameran semacam diselenggarakan secara rutin di kota-kota besar Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan pada pelbagai event penting di kota-kota lain di Indonesia. Buah dari pergelaran-pergelaran yang melibatkan para perupa ini telah memposisikan secara mantap seni lukis kaligrafi Islam dalam konstelasi seni rupa Indonesia.

Istilah “lukisan kaligrafi” biasanya digunakan untuk membedakannya dari “kaligrafi murni” atau “kaligrafi klasik” yang berpegang pada kaedah khattiyah seperti Naskhi, Tsuluts, Farisi, Diwani, Kufi dan Riq’ah. Lukisan kaligrafi acap dihubungkan dengan rupa-rupa teknik penggarapan karya secara keseluruhan, seperti teknik batik, teknik grafis, teknik ukir kayu, teknik logam dan lain-lain dalam media dan peralatan (seperti cat minyak atau akrilik) yang beragam pula. Hasil garapan yang memadukan huruf dengan latar belakangnya membentuk sebuah lukisan yang utuh, tidak hanaya tulisan terpisah.

Oleh karena itu, pengertian “lukisan” kaligrafi Islam di Indonesia tidak selalu menunjuk kepada pembagian gaya-gaya kaligrafi dalam arti huruf seperti kriterium al-Faruqi. Fokus “lukisan kaligrafi” di Indonesia “tidak hanya selesai pada huruf”, tetapi kehadirannya memang sebagai lisan dalam arti yang sesugguhnya, seperti dikemukakan pelukis kaligrafi Islami, Syaiful Adnan. Kritikus seni rupa, Dan Suwaryono menandaskan, bahwa lukisan kaligarfi Islami pada dasarnya ditopang dua unsur elemen seni rupa, berupa unsur-unsur fisiko plastis (berupa bentuk, garis, warna, ruang, cahaya, dan volume) di satu pihak, sedangkan di pihak lain tuntutan-tuntutan yang cenderung ke arah ideo plastis (meliputi semua masalah yang secara langsung ataupun tak langsung berhubungan dengan isi atau cita perbahasaan bentuk). Dalam ungkapan yang lebih mudah, bahwa lukisan kaligrafii di Indonesia tidak hanya menampilkan sosok huruf yang dilukis, tetapi sebuah lukisan utuh di mana huruf menjadi salah satu elemennya.

Maka, lukisan kaligrafi Islam kontemporer di Indonesia sangat kaya varisasi, karena integral dengan rupa-rupa huruf tanpa memandang gaya alirannya. Baik gaya kontemporer ataupun klasik baku, semuanya dapat menjadi obyek garapan.

Pelopor mazhab ini adalah Ahmad Sadali dan A.D. Pirous (Bandung) dikuti oleh Amri Yahya (Yogyakarta) dan Amang Rahman (Surabaya). Kehadiran mereka memberi pengaruh sangat kuat terhadap kelahiran dan popularitas kaligrafi Islam kontemporer di Indonesia. Terutama dua tersebut pertama adalah bidan kelahiran mazhab Bandung yang dikenal sebagai “laboratorium Barat”, selain aktif mengajar di Fakultas Seni Rupa ITB dan dikenal akrab dengan pergaulan seni rupa Barat bahkan sangat sering berpameran di luar negeri. Ajaran-ajaran mereka dengan cepat menyebar dan diikui para pelukis di kampus-kampus seni rupa. Di antara “generasi kedua” sesudah mereka antara lain, Syaiful Adnan, Hatta Hanbali, Hendra Buana, Abay D. Subarna, Yetmon Amier dan kawan-kawan mereka seperti Firdaus Alamhudi, Agoes Nugroho, Agus Kamal, Said Akram, Abdul Aziz Ahmad, dan lain-lain dengan aneka teknik dan gayanya masing-masing.

Kini, bukan hanya para alumnus perguruan seni rupa, bahkan para pelukis dan khattat yang tidak memiliki disiplin pendidikan seni rupa pun banyak yang terjun ke “permainan” seni lukis kaligrafi gaya baru ini.

F. Ikhtitam
Kaligrafi Islam, dalam peta seni rupa Islam kontemporer, memberikan sumbangsih yang sangat besar dan telah menimbulkan maraknya kegairahan berkreasi dikalangan pelukis dan kaligrafer. Munculnya gaya kontemporer, sungguhpun menimbulkan tanggapan pro-kontra, memberikan isyarat semakin meningkatnya pencarian gaya-gaya baru untuk lebih melengkapi gaya-gaya masa lalu.

Mengutip penyair India Rabindranath Tagore, al-khattat Kamil al-Baba dari Libanon menulis dalam bab “al-Jadid fi Dunya al-Khath” (Yang Trendy dalam Dunia Kaligrafi), bahwa perkembangan adalah sunnatullah dan hanyalah satu bagian dari hukum alam yang berputar. Perkembangan adalah cermin kekekalan, seperti halnya stagnasi atau jumud, adalah sebab pokok yang memperlekas fana. Dan kaligrafi, dia adalah “lukisan huruf”, posisisnya tidak pernah mandek, bahkan terus berkembang menyusuri waktu. Perkembangan yang juga disusuri kaligrafi Islam kontemporer.

*Pimpinan Pesantren Kaligrafi Al-Quran LEMKA Sukabumi Jawa Barat, Staf Pengajar Sastra Arab Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta.