PRINSIP-PRINSIP MENGAJAR KALIGRAFI



Oleh : H. Momon Abdur Rahman Syarif



I. Prinsip-prinsip umum

  1. Mengajar adalah bagian dari ibadah dan da’wah (niat karna Alloh)
  2. Lemka mengajar dari alif (mengajar dari dasar)
  3. Sampaikan walaupun satu huruf
  4. Mengajar adalah membimbing baik klasikal maupun personal (mengajar dari hati)
II. Prinsip-prinsip khusus
  1. Belajar lebih penting dari pada mengajar
  2. Ajari siswa, bukan mengajarkan buku
  3. Libatkanlah siswa didalam proses belajar
  4. Jangan mengajarkan kepada siswa apa yang mereka sudah tahu
  5. Tunjukkan reaksi anda kepada apa yang dikatakan siswa
  6. Siswa harus banyak praktek bukan anda
  7. Jangan menekankan kesulitan
  8. Kembangkan metode dan teknik menyampaikan
  9. Selektif dalam memilah-milah materi
  10. Kegiatan dan hubungan didalam kelas berubah
  11. Siswa harus tahu bagaimana cara belajar yang efektif
  12. Belajar sebaiknya bernuansa reaktif
  13. Belajar berdasarkan silabus dan punya target
III. Tekhnik_tekhnik umum
  1. Menyamakan persepsi siswa sebelum memasuki mata pelajaran
  2. Mengulas pelajaran yang sudah disampaikan sebelumnya
  3. Pemahaman siswa tentang cara menulis sebuah huruf atau anatomi huruf banyak di tentuakan sejauhmana perhatian siswa kepada guru saat memberi contoh di papantulis
  4. Pengajar memberi contoh secara personal dengan menggunakan pena siswa masing-masing, bukan pena pengajar
  5. Mengulang kembali kaidah huruf –huruf yang di anggap sulit
  6. Memberikan tugas pekeraan rumah/PR
  7. Selalu memberikan pujian terhadap apapun dan bagaimanapun hasil karya siswa
  8. Selalu memberikan dorongan dan sugesti kepada siswa

Musabaqah Khat Alquran

Muqaddimah : Mengenal MKQ dan Sejarahnya

Musabaqah Khat Al-Qur’an (MKQ) adalah cabang Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) yang menekankan kepada kemahiran menulis dan/atau melukis ayat-ayat Al-Qur’an. MKQ yang bertujuan mendidik untuk melahirkan para khattat dan pelukis kaligrafi mahir dan profesional, memiliki peranan dan fungsi dalam kehidupan individu dan sosial pesertanya. Dalam fungsi-fungsi individual, MKQ berperan sebagai sarana komunikasi, sumber usaha, dan wahana ekspresi yang penuh nilai estetika. Sedangkan dalam fungsi-fungsi sosialnya MKQ membuka jalan dan mendorong semakin banyak digunakannya kaligrafi untuk segala kepentingan seperti dekorasi mesjid dan panggung-panggung atraksi, penulisan buku-buku pelajaran, mushaf Al-Qur’an, majalah, koran, dan sarana-sarana informasi tekstual dan visual seperti advertensi dan pameran. Kaligrafi juga difungsikan untuk medium-medium seni dan sarana peralihan kebudayaan dan peradaban.
Untuk pertamakalinya kaligrafi dikompetisikan dalam bentuk sayembara pada MTQ Nasional ke-12 tahun 1981 di Banda Aceh disusul kemudian MTQ Nasional ke-13 tahun 1983 di Padang. Materi lombanya adalah penulisan ayat-ayat Al-Qur’an dalam bentuk naskah hitam putih dengan tinta cina hitam. Dalam MTQ Nasional ke-14 tahun 1985 di Pontianak, kaligrafi tidak disayembarakan dan hanya didemonstrasikan di kain spanduk di muka umum. Kaligrafi barulah dilombakan secara langsung dengan diikuti utusan yang mewakili kafilah Propinsi pada MTQ Nasional ke-15 tahun 1988 di Bandar lampung dan MTQ Nasional ke-16 tahun 1991 di Yogyakarta untuk mengerjakan karya Penulisan Buku, Penulisan Dekorasi, dan Penulisan Hiasan Al-Qur’an tanpa membedakan kelas putra dan putri. Pada MTQ Nasional ke-17 tahun 1994 di Pekanbaru dan MTQ-MTQ Nasional selanjutnya, peserta MKQ diwakili oleh putra dan putri dari setiap Propinsi untuk masing-masing mengerjakan karya Golongan Naskah, Hiasan Mushaf, dan Dekorasi
Dalam rentang waktu tersebut, telah terjadi perubahan dan kemajuan kualitas estetis karya peserta seiring modifikasi-modifikasi aturan musabaqah. Keadaan tersebut mendorong diperlukannya pembinaan perhakiman dan pelatihan peserta yang intensif dan terstruktur untuk pengembangan cabang MKQ terlebih pengembangan kaligrafi secara lebih khusus di seluruh wilayah Indonesia.

Penampilan dan Masalah Perhakiman
Beberapa karakter yang merupakan “plus-minus” cabang MKQ menonjol antara lain dalam beberapa hal berikut:
1.        Peralatan musabaqah yang rumit dan beragam terdiri dari aneka jenis kalam dan cat dengan aneka medianya seperti kertas dan triplek.
2.        Waktu pengerjaan yang panjang (6 sampai 8 jam).
3.        Hasil karya yang permanen sehingga dapat dilihat dan dinilai secara terbuka oleh semua pihak setiap saat.
Ciri-ciri ini merupakan modal untuk mengukur metode penilaian dan kapabilitas Dewan Hakim MKQ sehingga dapat memilih, memilah, dan memutuskan karya-karya unggulan secara cermat dan akurat. Dari tiga ciri di atas, ada empat tuntutan yang harus dipenuhi Dewan Hakim MKQ, yaitu:
1.        Mengenal baik peralatan musabaqah (dari ukuran dan potongan kalam hingga warna-warna primer dan tertier cat pilihan peserta) karena menentukan kualitas hasil karya.
2.        Menilai dengan cermat dan tidak terburu-buru dengan “menyisir” semua karya secara berulang untuk mengklasifikasi karya-karya terpilih dan tersisih.
3.        Sanggup menentukan secara tepat karya-karya unggulan berdasarkan pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisa, dan evaluasi, sehingga dapat menghindarkan kontroversi dan klaim dari semua pihak.
4.        Sanggup menerangkan alasan-alasan di balik pemilihan karya-karya unggulan dan menjelaskan kelebihan serta kekurangan setiap karya yang dinilainya.
Persyaratan tersebut diperlukan dan dapat dipenuhi hanya apabila Dewan Hakim MKQ benar-benar ahli di bidangnya dan/atau berpengalaman sebagai khattat dan seniman yang banyak mengikuti eksibisi lomba dan mengikuti perkembangan karya peserta di lapangan.
Dengan demikian, kemahiran pokok yang harus dimiliki Dewan Hakim MKQ adalah:
1.        Menguasai gaya-gaya khat yang dilombakan (Naskhi, Sulus, Diwani, Diwani Jali, Farisi, Kufi, dan Riq’ah).
2.        Berwawasan luas dalam bidang seni rupa (teori warna, teori garis, unsur komposisi, unsur bentuk, ornamen, dan arabesk).
Peningkatan kualitas estetis Dewan Hakim ini sangat diperlukan, seiring dengan semakin meningkatnya kualitas karya peserta yang dapat dilihat dari hal-hal berikut:
a)    Peserta semakin menguasai huruf-huruf untuk aliran-aliran khat yang dilombakan.
b)   Ornamen yang digunakan pada Golongan Hiasan Mushaf dan Dekorasi rata-rata bagus, semakin variatif, dan kaya nuansa.
c)    Peserta semakin memahami aturan dan teknik musabaqah yang nampak baik dari ketepatan hasil karya dengan isyarat soal maupun pedoman musabaqah.
d)   Pendidikan rata-rata peserta meningkat dengan mayoritas mahasiswa, sehingga memperkaya wawasan dan gagasan yang dapat dilihat dalam karyanya yang semakin bermutu.
Tidak selalu peningkatan kualitas peserta ini diikuti oleh peningkatan kualitas Dewan Hakim yang kerapkali “kalah terampil” dibandingkan peserta. Jika peserta lebih maju, adalah karena ditunjang oleh keterlibatan mereka dalam lomba-lomba kaligrafi, latihan-latihan secara pribadi atau via sanggar, buku-buku kaligrafi yang semakin mudah diperoleh, aktifitas sehari-hari dalam berkarya di pelbagai media, dan tambah derasnya informasi seni rupa termasuk kaligrafi melalui pameran-pameran. Di sisi lain, umumnya Dewan Hakim MKQ semakin ketinggalan, karena — berbeda dengan peserta yang gigih berlatih untuk lomba — umumnya tidak sengaja memperdalam kaligrafi meskipun hanya untuk tujuan menambah bekal dalam perhakiman.
Untuk itu, Dewan Hakim MKQ harus memiliki ilmu yang memadai dan menguasai teknik tentang obyek yang dinilai, sehingga hasil penilaiannya obyektif dan dapat  dipertanggungjawabkan.
Teknik Penilaian
Berdasarkan Pedoman Perhakiman Cabang Khat Al-Qur’an, Dewan Hakim MKQ menilai dua sub pokok materi, yaitu huruf dan ornamen untuk tiga golongan musabaqah, yaitu:
1.         Golongan Naskah (penguasaan huruf).
2.         Golongan Hiasan Mushaf (penguasaan huruf dan ornamen).
3.         Golongan Dekorasi (penguasaan huruf dan ornamen).
Secara rinci, penilaian untuk tiga golongan musabaqah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Penilaian huruf diarahkan kepada:
·           Bidang kebenaran kaedah mencakup: bentuk dan proporsi huruf, jarak spasi dan letak huruf, serta keserasian dan komposisi huruf untuk gaya-gaya khat Naskhi, Sulus, Diwani, Diwani Jali, Farisi, Kufi, dan Riq’ah yang dilombakan.
·           Bidang estetika atau keindahan khat mencakup: kekayaan imajinasi dalam mengolah, kebersihan, dan kehalusan.
Mencermati kecenderungan peserta yang memilih “mazhab guru” atau gaya-gaya yang disukainya (seperti gaya Hasyim Muhammad al-Baghdadi, Hamid al-Amidi, Muhammad Syauqi, Muhammad Izzat, Mustafa Gazlan Bek atau Mustafa Raqim untuk pola-pola goresan huruf yang menandakan perbedaan stil dan orientasi).
Penilaian Ornamen atau hiasan diarahkan kepada:
·           Bidang keindahan hiasan mencakup: kekayaan imajinasi dan tatawarna, keserasian format, kebersihan, dan kehalusan.• Mencermati kecenderungan peserta yang memilih ragam hias Nusantara, arabesk, atau kombinasi warna yang beranekaragam yang menandakan wawasan rupa yang berbeda-beda.
Skor nilai untuk masing-masing golongan adalah sebagai berikut:
·           Bobot nilai Golongan Naskah maksimal 100 (Kebenaran Kaedah Khat 60 dan Keindahan Khat 40).
·           Bobot nilai Golongan Hiasan Mushaf dan Golongan Dekorasi masing-masing maksimal 100 (Kebenaran Kaedah Khat 35, Keindahan Khat 25, dan Keindahan Hiasan 40).
Berbeda dengan cara penilaian tilawah, tahfizh, syarhil, fahmil atau Tafsir yang menggunakan sistem auditif melalui pendengaran yang diproses satu-persatu secara bergiliran, proses penilaian khat dapat dilakukan serentak dengan sistem fisual melalui penglihatan langsung dalam waktu tak terbatas dengan penyisiran yang berulang-ulang. Dengan demikian, asal Dewan Hakim menguasai teknik dan materi musabaqah, kekeliruan penilaian (seyogianya) tidak akan terjadi karena:
1.        Penilaian seluruh karya secara serentak memudahkan mengklasifikasi karya-karya unggulan dan karya-karya tersisih: dimulai pada babak penyisihan dengan memilih 10 besar, kemudian 6 besar, terakhir 3 besar. Pada babak final, urutan 1, 2, dan 3 ditentukan dengan keriteria dan cara penilaian yang sama.
2.        Karya-karya yang dipampang di satu lokasi lomba dapat dilihat secara jelas sehingga dapat diketahui yang bagus dan tidak bagus secara jernih.
3.        Lamanya waktu tak terbatas selama penilaian, memberi kesempatan mengulang atau mengevaluasi ulang penilaian, sehingga hasil akhir penilaian benar-benar obyektif dan akurat.
4.        Proses penilaian dengan waktu tak terbatas dan berulang-ulang yang menghasilkan angka-angka obyektif dan akurat ini menunjukkan tim penilai MKQ sangat bisa kualified, professional, dan proporsional.
Sungguhpun metode perhakiman MKQ sangat potensial untuk menghasilkan penilaian yang akurat, realisasinya di lapangan tidaklah selalu mudah karena terkait dengan “hakim ideal” yang ahli sekaligus jujur. Persyaratan “hakim ideal” tersebut tidak selalu mudah dikabulkan, terlebih bagi hakim-hakim daerah yang tidak terjangkau pembinaan atau informasi perkembangan kaligrafi yang cukup. Sementara masalah kejujuran acapkali samar karena tertutup kemutlakan dan kebebasan Dewan Hakim dalam menilai.
Mengingat banyaknya persoalan berkenaan dengan masalah kemampuan, banyak cara mengupgrade Dewan Hakim MKQ, baik secara terkordinasi oleh lembaga yang berkompeten sepeti LPTQ maupun dengan cara belajar mandiri. Beberapa hal berikut dapat dijadikan kunci untuk mencapai tujuan tersebut:
1.             Mengadakan kaderisasi Dewan Hakim MKQ melalui penataran-penataran atau pemberian tugas-tugas PR (seperti pembuatan karya-karya yang menggambarkan tugas MKQ) yang diperiksa oleh tim ahli tunjukan LPTQ.
Pendalaman wawasan yang diusahakan oleh hakim sendiri dengan membaca sebanyak mungkin buku-buku kaligrafi dan merekonstruksi hasil karya peserta MKQ di arena musabaqah. Cara terakhir dapat dibuat melalui dokumentasi foto untuk diketahui desain, gaya, dan orientasinya masing-masing.
2.             Untuk memperdalam bahasa rupa dan iluminasi atau ornamen, cara yang tepat adalah dengan studi banding dan pengamatan atas karya-karya seni rupa atau lukisan di buku-buku atau katalog-katalog seni rupa, dekorasi di dinding-dinding masjid, ragam iluminasi mushaf Al-Qur’an, dan pameran-pameran seni rupa.
3.             Keterlibatan hakim (berdasarkan keahliannya di bidang kaligrafi) dalam pembinaan kader-kader daerah akan membantu meningkatkan pengetahuan dan keahliannya.
4.             Memperbanyak dialog dengan para khattat, pelukis, dan ahli seni dalam rangka konsensus menentukan suatu karya yang bagus, ideal, dan sesuai dengan norma-norma musabaqah. Beberapa masalah tersebut dapat dijadikan bekal untuk “memahami lebih jauh” seni khat melalui perhakiman MTQ. Pengembangan lebih lanjut, sudah tentu, dapat diperoleh hanya melalui pengalaman panjang di lapangan.
Metode Pembinaan Kaligrafi
1.             Kaligrafi yang dilombakan dalam MKQ memiliki tujuan-tujuan pengajaran, pendidikan, estetis, praktis, dan ekonomis. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut diperlukan metode yang intensif dan terstruktur, sehingga pengembangannya menjangkau seluruh elemen yang mencakup pembentukan kader, rotasi kegiatan yang kontinyu, dan membuahkan hasil yang kongkrit. Jangkauan pengembangan ini, jika disimpulkan, mencakup pembinaan “tiga pilar kaligrafi” sebagaimana dikatakan oleh Ali ibn Abi Thalib:
2.             “Kaligrafi itu tersirat dalam pengajaran guru, tegak profesionalnya tergantung banyak latihan, dan kekekalannya adalah pada pengamalan agama Islam.”
3.             Ini berarti pembinaan harus diarahkan kepada tiga hal:
1)   Guru, pelatih, instruktur, official, atau juri kaligrafi yang mumpuni karena akan menentukan sukses tidaknya pembinaan.
2)   Latihan-latihan gencar dan intensif murid di bawah bimbingan gurunya ,menjamin tambah profesionalnya pembinaan dengan lahirnya hasil karya untuk pelbagai kepentingan agama seperti lukisan kaligrafi Al-Qur’an atau kegiatan MTQ.
Struktur pembinaannya harus melalui tiga jenjang:
1.             Pembinaan Jangka Pendek
Waktunya 1 (satu) tahun dan diarahkan untuk menciptakan pelbagai aktivitas kaligrafi tahunan seperti pada MTQ Tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, dan Propinsi dan lomba-lomba kaligrafi pada Peringatan Hari-hari Besar Islam dan Nasional.
Pembinaan untuk kepentingan jangka pendek ini dikelola oleh Pemda Tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, dan Kabupaten/Kota dengan agenda pelatihan kader peserta, pelatih, dan dewan hakim kaligrafi Tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, dan Kabupaten/Kota menjelang pelaksanaan kegiatan.
2.             Pembinaan Jangka Menengah
Jangka waktunya 2 (dua) tahun dan difokuskan untuk meraih prestasi Nasional dan Internasional dalam pelbagai event lomba dan perhelatan akbar kaligrafi seperti MTQ Nasional, Pospenas, MTQ Mahasiswa Nasional, dan lomba-lomba kaligrafi berskala ASEAN di Brunei Darussalam dan Internasional di Turki. Kegiatan pembinaan jangka menengah ini dikelola oleh Pemda Tingkat Propinsi termasuk untuk kegiatan yang bersifat pendelegasian atas nama Pemerintah Pusat.
Konsentrasi pembinaan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang mencakup:
·        Seleksi kader MTQ Nasional duta Propinsi melalui pemusatan latihan berjenjang.
·        Pelatihan para calon peserta Peraduan Menulis Khat ASEAN dan International Calligraphy Competition.
·        Seleksi dan pelatihan duta Pospenas dan MTQ Nasional Mahasiswa.
Mengadakan penataran official, pelatih, dan Dewan Hakim kaligrafi.
3.             Pembinaan Jangka Panjang
Jangka waktunya 5 (lima) tahun dan merupakan pembinaan permanen yang dilaksanakan di seluruh institusi pendidikan dan latihan (diklat) yang berkompeten. Pengelola program ini adalah Pemda Tingkat Propinsi bekerjasama dengan lembaga-lembaga diklat professional.
Pusat-pusat pembinaan jangka panjang ini ialah:
·        Sekolah dan perguruan tinggi dengan memasukkan kaligrafi sebagai mata pelajaran muatan lokal (mulok) dan ekstra kurikula.
·        Sanggar-sanggar kaligrafi untuk dijadikan tempat latihan berkarya.
·        Masjid dan beberapa lembaga pendukungnya seperti DKM, BKPRMI, dan majlis ta’lim untuk rekrutmen peserta binaan. Cakupan materi dan kegiatan pembinaan jangka panjang yang bersifat permanen ini bertujuan membentuk para kader khattat/kaligrafer professional yang akan mengisi aneka aktivitas kaligrafi di Tingkat Desa/Kelurahan sampai Tingkat Nasional dan Internasional, dan jadi modal kader pembinaan jangka pendek dan menengah.
Pembinaan jangka panjang yang diplot untuk “waktu seterusnya” merupakan “pembinaan semesta” yang mencakup seluruh aspek perkaligrafian yang dibutuhkan. Agendanya terdiri dari:
a)         Kegiatan primer, mencakup pembelajaran kaligrafi di sekolah/perguruan tinggi dan latihan di sanggar kaligrafi. Materinya adalah:
·      Pendalaman huruf dan penguasaan seluruh aliran kaligrafi.
·      Penguasaan aneka teknik melukis dengan segala bahan.
·      Pengembangan skil untuk membuat karya-karya di pelbagai media (seperti kertas, kanvas, kaca, kayu, stucco, dan lain-lain).
b)        Kegiatan sekunder, ditujukan untuk menopang dan mengembangkan hasil dan kemampuan yang diperoleh pada kegiatan primer. Aktivitas kegiatan sekunder terdiri dari:
·      Pameran atau pergelaran kaligrafi untuk melatih apresiasi khattat dan penonton, sekaligus sebagai ajang penjualan karya.
·      Lomba kaligrafi antar pelajar dan mahasiswa peserta pembinaan sebagai ajang peningkatan mutu karya dan latihan berkompetisi.
·      Forum diskusi seni untuk meningkatkan wawasan dan pemahaman seni, budaya, dan sejarah Islam agar peserta terdorong lebih kreatif berkarya.
·      Rekreasi seni dengan kegiatan melukis di alam terbuka seperti pantai atau gunung, demonstrasi kaligrafi di muka umum, dan kunjungan ke pameran dan tokoh kaligrafi.
·      Kewirausahaan dengan memasarkan karya hasil produksi peserta.
Ikhtitam
Begitu besarnya minat kaula muda terhadap kaligrafi, sehingga pembinaannya terasa amat mendesak. Potensi tersebut berimplikasi tidak hanya kepada perlunya pembinaan para pelajar muda tersebut, tetapi juga kepada para guru, pelatih, official, dan Dewan Hakim yang secara langsung terlibat di dalamnya.
Karena itu pembinaan tersebut harus menyeluruh dan sepanjang waktu meliputi semua aspeknya, dan pelaksanaannya tidak setengah-setengah atau hanya untuk kepentingan temporer seperti MTQ Nasional yang tidak datang setiap saat.
Jika pembinaan dilaksanakan serentak untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, maka akan lahir kader-kader yang tangguh sehingga mekanisme kegiatan kaligrafi apa pun akan mudah dilaksanakan dengan hasil sesuai harapan. Insya Allah.

*Disampaikan pada acara Pelatihan Dewan Hakim Kaligrafi se-Provinsi Riau, 14-15 Desember 2007, di Pekanbaru.

KALIGRAFI ISLAM KONTEMPORER

Oleh: Drs.H. D. Sirojuddin AR, M.Ag.

A. Iftitah
Inti ajaran Islam adalah tauhid. Kaligrafi yang kerap diistilahkan dengan sebutan art of Islamic art (seninya seni Islam) mencerminkan inti ajaran tersebut, merujuk kepada kelahiran dan perkembangannya yang menjauhkannya dari ikonoklasme. Ciri-cirinya menonjol dari penampilannya yang abstrak, yang karenanya kerap pula disebut ‘seni abstrak’, sehingga terjauh dari kemungkinan gambaran-gambaran yang menjurus pada obyek syirik atau sesembahan semisal pada seni patung atau seni suara dan tari yang kerap ‘tenggelam dalam pusaran siklus hawa nafsu” sehingga pada titik ekstrem menjadi hampa akan makna dan nilai-nilai moral.

Maka dalam perjalanannya, kaligrafi Arab yang lebih sering menjadi alat visual ayat-ayat al-Quran, tumbuh tertib mengikuti rumus-rumus berstandar (al-khat al-mansub) olahan Ibnu Muqlah yang sangat ketat. Standarisasi yang menggunakan alat ukur titik belah ketupat, alif, dan lingkaran untuk mendesain huruf-huruf itu mencerminkan “etika berkaligrafi” dan kepatuhan pada “kaedah murni” aksara Arab. Terutama bagi pemula, berpegang teguh pada kaidah khattiyah ini sangat penting. Mengetahui seluk beluk aliran kaligrafi dan tatacara penulisannya tidak saja akan memperkokoh kredibilitas tulisan pada komposisi yang serasi (insijam wa mu’alamah). Lebih dari semuanya, sang karya dapat dipertanggungjawabkan sebagai hasil pencapaian yang utuh (al-ikhtira al-kamil).

Hasil dari ikhtiar tersebut, telah lahir aliran-aliran kaligrafi yang beragam. Dimulai dari pengembangan al-aqlam as-sitah (Tsuluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Tawqi, dan Riqa’) di masa pemerintahan daulah Umayyah sebagai era kebangkitan kedua pasca khat Kufi dan kaligrafi kursif kuno sesudahnya. Dari enam gaya tulisan yang populer dengan sebutan Shish Qalam di Persia ini berkembang pula ratusan gaya lain. Sampai abad 20, gaya-gaya tersebut menunjukan fluktuasi perkembangan yang dinamis, meskipun kelahirannya hanya meninggalkan sekitar tujuh gaya tulisan modern: Naskhi, Tsulutsi, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Kufi, dan Riq’ah. Gaya-gaya tulisan tersebut masih berkutat pada standar system Ibnu Muqlah tanpa mengalami perubahan yang berarti.

Namun belakangan, muncul gerakan menjauhkan diri dari kebekuan ikatan-ikatan baku di atas. Kreasi mutakhir yang menyimpang dari grammar lama ini populer dengan sebutan kaligrafi kontemporer, merujuk pada gaya zaman kiwari yang penuh dinamika dan kreativitas dalam mencipta karya yang serba aneh dan unik.

Risalah ini bermaksud mengenalkan serba sedikit gambaran mengenai kaligrafi Islam kontemporer dan rembesan pengaruhnya terhadap seniman lukis dan para kaligrafer di Indonesia.

B. Pembatasan Masa Kontemporer
Meskipun kaligrafi dapat dimasukkan ke bagian seni rupa, namun tidak harus mengikuti corak periodisasi seni rupa secara utuh. Kendatipun begitu, tidak dapat disangkal bahwa gaya kaligrafi Islam “kontemporer”, “modern” atau “masakini” tidak lepas dari perjalanan dan bias pengaruh seni rupa modern, yang merupakan fenomena konsep dan realitas di tengah lalu lintas perjalaan seni rupa di seluruh pelosok dunia.

Mungkin secara kebetulan, dalam proses perkembangannya, seni rupa modern yang awalnya tumbuh di Barat, merembes ke Timur Tengah dan bagian-bagian dunia Islam yang lain termasuk Indonesia. Abdel Kebir Khatibi dan Mohammed Sijelmassi memprediksi adanya hubungan kuat Barat-Timur tersebut, karena tulisan yang merupakan bagian dari seni grafis berhubungan erat dengan seni-seni lain seperti menggambar, melukis, dan arsitektur. Di sini tulisan bergabung dalam satu latar kesatuan unit media seperti dinding masjid atau kanvas lukisan. Oleh karena itu, meskipun seni lukis tumbuh independen, kenyataannya secara konstan mengikuti dan diikuti irama seni tulis secara kreatif.

Gejala ini muncul terutama tahun ’70-an dan berkembang lebih beringas di tahun ’80-an yang diikuti oleh pameran-pameran yang meluas di Eropa dan negara-negara Islam termasuk Indonesia.

Namun, tanda-tanda dan yang mengarahkan pada model kaligrafi “bebas” atau “dibebaskan” ini sudah berlangsung sebelum tahun-tahun tersebut dan tidak semata dipengaruhi seni rupa Barat. Pertama, hasrat “perburuan” terhadap penemuan-penemuan baru di kalangan khattat selalu menggebu yang sampai pada titik kulminasi di mana kreasi ditujukan untuk mencapai karya-karya masterpiece yang adiluhung. Selanjutnya, seni kaligrafi maju lagi kepada konsep kreatif yang lebih filosofis di masa Turki Usmani dan kerajaan-kerajaan Islam Persia seperti Ilkhaniyah, Timuriyah, dan Safawiyah. Karya-karya unik ini menonjol pada gaya Tugra dari Turki Usmani dan pola-pola animasi dari Persia. Kedua, sifat plastis yang dimiliki kaligrafi Arab, memudahkan beradaptasi dengan pengaruh-pengaruh luar yang memuncak dengan kehadiran pengaruh seni rupa Barat di penghujung abad ke-20, terutama dalam titimangsa 20 tahunan terakhir.

Seni rupa Islam kontemporer, yang di dalamnya termasuk kaligrafi, menurut kritikus dan kurator seni rupa Marwan Yusuf, memang bisa membuat masyarakat terkejut, karena kehadirannya yang tiba-tiba populer di tahun ’70-an. Padahal tidak muncul begitu saja, melainkan melalui pergumulan ide yang panjang. Jadi, sejak penghujung dasawarsa 1970-an, seni kaligrafi Islam mulai dilanda oleh semangat posmodernisme. Bahkan, jauh sebelum posmodernisme berkembang menjadi jargon.

C. Corak Kaligrafi Islam Kontemporer
Kaligrafi Islam kontemporer merupakan karya “pemberontakan” atas kaedah-kaedah murni kaligrafi klasik. Perkembangannya sangat pesat menjejali aneka media dalam bentuk-bentuk kategori. Mazhab tersebut berusaha lepas dari kelaziman khat atau kaligrafi murni yang banyak dipegang para khattat di banyak pesantren dan perguruan-perguruan Islam seperti Naskhi, Tsulutsi, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Kufi, dan Riq’ah.

Di antara ciri-ciri “pelanggaran” yang menunjuk pada bukti kebebasan kreatif yang menghasilkan gaya berbeda ini dapat disimpulkan dari kemungkinan-kemungkinan berikut:

1. Sepenuhnya berdiri sendiri sebagai suguhan khas pelukisnya, dengan mengabaikan samasekali bentuk anatomi huruf khat murni. Bentuk ini merupakan eksplorasi teknik dan kebebasan ekspresi penuh sang pelukis.
2. Merupakan kombinasi antara hasil imaji pelukis dengan gaya murni yang sudah populer. Pada bagian ini, karya kontemporer masih mewarisi sedikit warisan bentuk tradisionalnya.
3. Gaya kontemporer juga lebih mengarah kepada kecenderungan tema, yakni karya dwi-matra (dua demensi) maupun tri-matra (tiga dimensi) yang menghadirkan unsur kaligrafi “secara mandiri” maupun dilatari unsur lain dalam kesatuan estetik dengan penampilan sebagai gaya ungkapan, media, dan teknik. Wujud nyata alam pada karya-karya dihadirkan melalui penggambaran nyata berupa pemandangan benda-benda, peristiwa.

Corak-corak kaligrafi Islam kontemporer, karenanya, oleh Ismail dan Lamya al-Faruqi dibagi kepada kategori-kategori tradisional, figural, ekspresionis, simbolik, dan abstraksionis mutlak.

a. Kaligrafi Tradisional
Tipe ini dihasilkan oleh para kaligrafer kontemporer muslim dalam pelbagai gaya dan tulisan yang telah dikenal generasi kaligrafer terdahulu. Pemakaian kata “tradisional” menunjukan kesesuaian dengan tradisi khat masa lalu. Pesan-pesan lebih ditekankan pada pengaturan yang indah dari hruf-huruf ketimbang menampilkan lukisan kaligrafi dalam bentuk figur-figur alam.

Meskipun demikian, terdapat juga kaligrafer tradisional yang melukis kaligrafi dalam pola dedaunan atau motif-motif bunga dan pola-pola geometris. Namun, efek keseluruhan karya kontemporer kaligrafer tradisional adalah abstrak. Di antara pelukis kaligrafi dewasa ini yang mewakili kategori tradisional adalah Said al-Saggar, Muhammad Ali Syakir, Ilham al-Said, Emin Berin, Adil al-Sagir dan lain-lan.

b. Kaligrafi Figural
Kaligrafi kontemporer disebut sebaga “figural” karena ia menggabungkan motif-motif figural dengan unsur-unsur kaligrafi melalui pelbagai cara dan gaya. Unsur-unsur figural lazimnya terbatas pada motif-motif daun atau bunga yang dilukiskan atau dinaturalisasikan agar lebih sesuai dengan sifat abstrak seni kaligrafi Islam. Figur-figur manusia atau binatang biasanya jarang ditemukan dalam naskah-naskah al-Quran yang ditulis secara kaligrafis, dalam dekorasi masjid atau madrasah. Tipe terakhir ini lebih banyak digunakan pada perkakas rumah tangga.

Dalam tipe figural, kerap terjadi “peleburan” huruf dalam seni lukis masa lalu dan kontemporer. Dalam desain seperti ini, huruf-huruf diperpanjang atau diperpendek, melebar dan menyelip atau diperinci dengan perluasan lingkaran, ikalan atau tanda-tanda tambahan atau sisipan lain yang dibuat agar sesuai dengan bentuk non-kaligrafis, geometris, floral, fauna atau sosok manusia. Sayyid Naquib al-Attas merupakan salah seorang tokoh kaligrafer kontemporer yang banyak menciptakan gaya peleburan kaligraf figural selain Sadiqayin dari Pakistan.

c. Kaligrafi Ekspresionis
Kaligarfi “ekspresions” merupakan tipe ketiga seni kaligrafi kontemporer di dunia Islam masa kini. Gaya ini, seperti karya-karya kaligrafi waktu-waktu terakhir, berhubungan degan perkembangan-perkembangan utama dalam estetika Barat. Meskipun para kaligrafer ekspresionis menggunakan “perbendaharaan kata” warisan artistik Islam, namun mereka jauh berpindah dari contoh “grammar” kaligrafi yang asli.

Dalam karya kaligrafi ekspresionis, pelukisnya berusaha menyampaikan pesan emosional, visual, dan respon pribadi terhadap obyek-obyek, orang-orang atau peristiwa yang digambarkan. Buland al-Haidari menggambarkan karya kaligrafi ekspresionis sebagai usaha menggunakan huruf-huruf sebagai “penyaluran perasaan dan gagasannya yang paling dalam, dan karena itu dipengaruhi oleh apa yang hidup dalam kesadarannya”. Ia meyakinkan dalamnya pengaruh semangat Islam yang mendorong tumbuhnya gagasan dan ilham mencpta sang kaligrafer yang tiada akhir. Sebagian karya Hassan Massoud (Tunisia), Qutaba Shaikh Nouri Diya al-azawi (Irak) mewakili orientasi seni khat jenis ini.

d. Kaligrafi Simbolis
Kategori keempat kaligrafi Islam kontemporer termasuk apa yang disebut kaligrafi “simbolis”. Dengan memaksakan penyatuan melalui kombinasi makna-makna, peranan huruf-huruf sebagai penyampai pesan dinafikan. Bukti dari akulturasi semacam ini sangat kentara dalam desain-desain kaligrafer kontemporer yang menggunakan huruf atau kata Arab tertentu sebagai simbol suatu gagasan atau ide-ide yang kompleks. Misalnya huruf sin diasosiasikan dengan sayf (pedang) atau sikkin (pisau) yang lazimnya disandingkan bersama penggambaran obyek-obyek asosasi untuk menyampaikan “pesan-pesan khusus”nya.

Bagi sebagian kalangan, hampir semua huruf bisa dipahami secara simbolik (metaforika), meskipun tidak disetujui sebagian yang lain.

e. Kaligafi Abstrak
Gaya kelima kaligrafi Islam kontemporer ini disebut al-Faruqi dengan julukan “Khat Palsu” atau “Khat Kabur Mutlak”, karena menunjukan corak-corak seni yang menyamai huruf-huruf dan atau perkataan-perkataan tetapi tidak mengandung makna apapun yang dapat dikaitkan dengannya.

Dengan menafikan makna linguistik, huruf-huruf tersebut hanya menjadi unsur sesuatu corak untuk “tujuan-tujuan” seni semata. Melalui penggunaan unsur-unsur abjad yang berubah-ubah itu, ahli-ahli kaligrafi abstrak mempergunakan huruf-huruf sebagai corak dan tidak sebagai unsur-unsur suatu pesan.

Muhammad Ghani, salah seorang tokoh aliran abstak, menggubah-gubah huruf dengan membenturkannya dengan huruf-huruf sebelum dan sesudahnya, sehingga meninggalkan kekosongan di kedua sisinya. Yang sangat aktif beruji coba dengan tipe ini adalah seniman kaligrafi Islam kontemporer Tunisia, Naja al-Mahdawi, Muhamad Saber Fauzi dan Hossein Zenderoudi (Iran), Kamal Boullata (Yerusalem), Rashid Korishi (Algeria) dan al-Said Hassan Shakir (Irak) yang lebih banyak menghasilkan “ukiran” mutlak daripada sesuatu yang dapat dibaca.

D. Pengaruh Luar Terhadap Kaligrafi Islam
Kaligrafi Islam kontemporer yang saat ini sering digabungkan dengan seni rupa kontemporer telah menjadi fenomena internasinonal. Sebagaimana seni rupa umumnya, ia pun berkembang bersama gelombang perubahan yang lebih luas, bahkan acapkali melabrak batas-batas “grammar” yang sebelumnya disucikan.

Terseretnya khat Arab ke dalam arus perubahan yang dramatis ini disebabkan oleh karena alphabetnya sangat toleran dijadikan (dan selalu mencakup) “ekspresi segala sesuatu”. Sementara itu, searah kaligrafi sendiri sebenarnya adalah sejarah penemuan dan perburuan gaya-gaya. Oleh Habibullah Fada’li disebutkan, bahwa setiap gaya kaligrafi tunduk sepenuhnya terhadap eksperimen dan modifikasi selama bertahun-tahun bahkan berkurun-kurun, sampai terbentuknya pola yang benar-benar sempurna. Terutama semenjak tahun 70-an pengaruh pemikiran dan orientasi Barat terasa sangat dominan, sehingga memberikan gaya baru pada sosok kaligrafi Islam kontemporer. Bahkan menurut Samir al-Sayegh, sampai detik ini pun kecenderungan lebih berkiblat ke Barat di kalangan kaligrafer di kawasan Arab dan wilayah Islam lainnya sangat mencolok melebihi perhatian mereka ke gaya seni Timur lampau. Akibatnya, karakter asli kerapkali menghilang.

Kaligrafi eskpresionis, seperti jenis-jenis gaya baru yang lain, nyata-nyata berkaitan dengan gerakan estetika Barat. Ia adalah kesan dari “pembudayaan” seni Islam dan artisnya oleh seni Barat akhir-akhir ini. Gaya ekspresionis dalam kaligrafi Islam kontemporer, seperti dalam seni rupa kontemporer, sering tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Karena karya-karya para kaligrafer muslim kontemporer lebih mencerminkan tradisi seni Barat, kaligrafi semacam ini menurut al-Faruqi sedikit sekali artinya dalam upaya kebangkitan seni kaligrafi Islam.

Kaligrafi simbolik yang didominasi oleh gagasan dan ekspresi seni Barat juga merupakan “penyelewengan” serius dari tradisi estetika Islam yang bersifat transenden. Dalam kaligrafi ini, sekali lagi unsur-unsur kebaratan mempengaruhi orientasi kesenian dan prosesnya. Hal seperti ini tidak seharusnya mengagetkan, karena pilihan gaya pada kecenderungan seni rupa kontemporer bernafaskan Islam tidak terbatas pada gaya kaligrafi dan abstrak formalisme, melainkan juga mencakup gaya ekspresif, simbolis, dan instrumental (realisme maupun surealisme). Oleh karenanya, kelahiran gaya semacam ini merupakan suatu keniscayaan dan tidak mungkin dibendung.

Yang sangat santer adalah pengaruh “kebebasan penuh” ala Barat yang menonjolkan pada garapan model kaligrafi “abstrak”, istilah yang menunjukan kekaburan. Piet Mondrian dari Belanda adalah pelukis dan penyumbang terpenting gerakan ini. Kehadiran gaya abstrak dalam kaligrafi Islam kontemporer, sungguhpun bertentangan dengan unsur-unsur kreativitas seni yang diamalkan para kaligrafer muslim berabad-abad lamanya, kini semakin ngetrend di kalangan pelukis atau kaligrafer muslim kontemporer, terutama yang berhubungan banyak ke Barat, baik melalui pendidikan maupun kegiatan pameran.

Nama-nama pelukis kaligrafi abstrak kontemporer yang sehaluan dengan Zenderoudi seperti M. Omar, Benbella, Mahdoui, E.Ednan, dan Mehdi Qotbi kelahiran Rabat, kini hidup di Paris. Kamal Boullata bekerja di Washinton DC Ali Omar Ermes dari Libya Berstudi di London. Pergaulan dengan Barat para pelukis tersebut dan pelukis-pelukis lainnya memberikan pengaruh kuat terhadap gaya dan orientasi dalam karya-karya lukis kaligrafi mereka.

Bekal pengalaman hidup dan bergaul dengan seni lukis kontemporer Barat tersebut lebih mendapat pengukuhan via pameran-pameran yang biasanya menampilkan hasil karya kebudayaan Arab tradisional yang dipajang berdampingan dengan komposisi-komposisi abstrak dan surealistik. Misalnya, pameran bersama para seniwati Arab Saudi di Washington dan Fairfax, Virginia 1988, memancing banyak perhatian pemerhati seni lukis modern. Pameran ini menyambung sambutan atas pameran 64 pelukis Pakistan di London Centre for Pakistan Studies, 1987 yang luar biasa antusias. Pameran-pameran semacam dilangsungkan lebih sering, bahkan terutama di kawasan Negara-negara petrodollar Timur Yengah seperti Arab Saudi atau Abu Dhabi. Terakhir, 6 April sampai 7 Mei 1997, kaligrafer kontemporer Kuwait Fareed Abdulrahem al-Ali memamerkn “Formations of the revered word Allah”, di House of Zeinab Khatun al-Azhar Kairo, yang juga “mencekam” perhatian penonton karena gaya-gaya “pemberontakan” yang ditampilkannya. Fareed kembali menggelar karyanya di al-Qa’ah al-Kubra Abu Dhabi 1-8 Oktober 1998 atas prakarsa Muassasah al-Tsaqafah wa al-Funun yang disambut meriah.

Tambah maraknya kecenderungan baru berkaligrafi di tahun-tahun terakhir mendorong dan didorong kreativitas menggebu para peluis kaligrafi Islam kontemporer yang mencerminkan kecenderungan rata-rata sikap batin dan pikiran mereka. Contoh paling mencolok adalah kaligrafer kontemporer Tunisia Naja al-Mahdawi yang saban hari berujicoba huruf lebih dari 13 jam secara tekun. Di antara ungkapan-ungkapannya yang paling “berani” adalah sebagai beriku :

“Huruf bagi saya adalah material hidup, yang darinya saya olah apa saja sekehendak saya”
“Dalam teknik mengolah seni saya, saya kembali ke warisan secara alamiah, namun saya musti keluar darinya. Kalau tidak, saya akan mati di sana”

Sikap Naja al-Mahdawi mencerminkan pandangan perlunya pengembangan huruf-huruf supaya tidak statis, karena huruf-huruf itu sendiri menawarkan kelenturan luar biasa. Sudah pasti sikap revolusionernya, yang oleh Charbal Dagir disebut “permainan gila” (al-la’bah al-majnunah), tidak terlepas dari pergaulan kesehariannya dengan model-model kreasi lukis gaya kontemporer Eropa. Tata pergaulan semacam ini oleh kaligrafer muslim kontemporer, Hassan Massaoud yang puya pergaulan erat dengan kehidupan seni Barat di Perancis, dianggap sangat menemtuan. Ia bahkan menyebut tentang “tatacara melindungi kaligrafi supaya terpelihara”, yaitu dengan menempatkan sang kaligrafer di tengah masyarakat. Tidak dapat disangkal, jika masyarakat sepergaulannya adalah para perupa Barat, maka akan lahir darinya adalah kreasi yang bemazhab atau dipengaruhi mazhab Barat.

E. Lukisan Kaligafi Islami di Indonesia
“Lukisan kaligrafi” atau “kaligrafi lukis” mulai populer di Indonesia terutama semenjak pameran pada MTQ Nasional XI tahun 1979 di Semarang. Pameran yang lebih besar lagi diselenggarakan tahun 1980 bersamaan dengan Muktamar media masa Islam se-dunia I di Balai Sidang Senayan, Jakarta. Semenjak itu, pameran-pameran semacam diselenggarakan secara rutin di kota-kota besar Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan pada pelbagai event penting di kota-kota lain di Indonesia. Buah dari pergelaran-pergelaran yang melibatkan para perupa ini telah memposisikan secara mantap seni lukis kaligrafi Islam dalam konstelasi seni rupa Indonesia.

Istilah “lukisan kaligrafi” biasanya digunakan untuk membedakannya dari “kaligrafi murni” atau “kaligrafi klasik” yang berpegang pada kaedah khattiyah seperti Naskhi, Tsuluts, Farisi, Diwani, Kufi dan Riq’ah. Lukisan kaligrafi acap dihubungkan dengan rupa-rupa teknik penggarapan karya secara keseluruhan, seperti teknik batik, teknik grafis, teknik ukir kayu, teknik logam dan lain-lain dalam media dan peralatan (seperti cat minyak atau akrilik) yang beragam pula. Hasil garapan yang memadukan huruf dengan latar belakangnya membentuk sebuah lukisan yang utuh, tidak hanaya tulisan terpisah.

Oleh karena itu, pengertian “lukisan” kaligrafi Islam di Indonesia tidak selalu menunjuk kepada pembagian gaya-gaya kaligrafi dalam arti huruf seperti kriterium al-Faruqi. Fokus “lukisan kaligrafi” di Indonesia “tidak hanya selesai pada huruf”, tetapi kehadirannya memang sebagai lisan dalam arti yang sesugguhnya, seperti dikemukakan pelukis kaligrafi Islami, Syaiful Adnan. Kritikus seni rupa, Dan Suwaryono menandaskan, bahwa lukisan kaligarfi Islami pada dasarnya ditopang dua unsur elemen seni rupa, berupa unsur-unsur fisiko plastis (berupa bentuk, garis, warna, ruang, cahaya, dan volume) di satu pihak, sedangkan di pihak lain tuntutan-tuntutan yang cenderung ke arah ideo plastis (meliputi semua masalah yang secara langsung ataupun tak langsung berhubungan dengan isi atau cita perbahasaan bentuk). Dalam ungkapan yang lebih mudah, bahwa lukisan kaligrafii di Indonesia tidak hanya menampilkan sosok huruf yang dilukis, tetapi sebuah lukisan utuh di mana huruf menjadi salah satu elemennya.

Maka, lukisan kaligrafi Islam kontemporer di Indonesia sangat kaya varisasi, karena integral dengan rupa-rupa huruf tanpa memandang gaya alirannya. Baik gaya kontemporer ataupun klasik baku, semuanya dapat menjadi obyek garapan.

Pelopor mazhab ini adalah Ahmad Sadali dan A.D. Pirous (Bandung) dikuti oleh Amri Yahya (Yogyakarta) dan Amang Rahman (Surabaya). Kehadiran mereka memberi pengaruh sangat kuat terhadap kelahiran dan popularitas kaligrafi Islam kontemporer di Indonesia. Terutama dua tersebut pertama adalah bidan kelahiran mazhab Bandung yang dikenal sebagai “laboratorium Barat”, selain aktif mengajar di Fakultas Seni Rupa ITB dan dikenal akrab dengan pergaulan seni rupa Barat bahkan sangat sering berpameran di luar negeri. Ajaran-ajaran mereka dengan cepat menyebar dan diikui para pelukis di kampus-kampus seni rupa. Di antara “generasi kedua” sesudah mereka antara lain, Syaiful Adnan, Hatta Hanbali, Hendra Buana, Abay D. Subarna, Yetmon Amier dan kawan-kawan mereka seperti Firdaus Alamhudi, Agoes Nugroho, Agus Kamal, Said Akram, Abdul Aziz Ahmad, dan lain-lain dengan aneka teknik dan gayanya masing-masing.

Kini, bukan hanya para alumnus perguruan seni rupa, bahkan para pelukis dan khattat yang tidak memiliki disiplin pendidikan seni rupa pun banyak yang terjun ke “permainan” seni lukis kaligrafi gaya baru ini.

F. Ikhtitam
Kaligrafi Islam, dalam peta seni rupa Islam kontemporer, memberikan sumbangsih yang sangat besar dan telah menimbulkan maraknya kegairahan berkreasi dikalangan pelukis dan kaligrafer. Munculnya gaya kontemporer, sungguhpun menimbulkan tanggapan pro-kontra, memberikan isyarat semakin meningkatnya pencarian gaya-gaya baru untuk lebih melengkapi gaya-gaya masa lalu.

Mengutip penyair India Rabindranath Tagore, al-khattat Kamil al-Baba dari Libanon menulis dalam bab “al-Jadid fi Dunya al-Khath” (Yang Trendy dalam Dunia Kaligrafi), bahwa perkembangan adalah sunnatullah dan hanyalah satu bagian dari hukum alam yang berputar. Perkembangan adalah cermin kekekalan, seperti halnya stagnasi atau jumud, adalah sebab pokok yang memperlekas fana. Dan kaligrafi, dia adalah “lukisan huruf”, posisisnya tidak pernah mandek, bahkan terus berkembang menyusuri waktu. Perkembangan yang juga disusuri kaligrafi Islam kontemporer.

*Pimpinan Pesantren Kaligrafi Al-Quran LEMKA Sukabumi Jawa Barat, Staf Pengajar Sastra Arab Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta.

DOWNLOAD TUTORIAL MENULIS KALIMAT KHAT NASKHI

 Alhamdulillah akhirnya saya sempat mengupload  vidio tentang cara penulisan kaligrafi islam naskhi ada, tsulus juga ada. Dalam video tersebut ada teman saya yang ahli menulis kalimat dengan khat naskhi, sedang menggores kalimat dan harokatnya, dan saya rekam dengan kamera digital. 

Sebelum mendownloadnya silahkan lihat dulu dari Youtube.com yang sudah saya upload.
 Untuk mendownload video diatas KLIK DISINI.

Ini Lanjutannya :

Untuk mendownload video diatas KLIK DISINI.

Ini Lanjutanya :

Untuk Download KLIK DISINI


Ini lanjutanya :

Untuk download KLIK DISINI


Ini lanjutanya :

Untuk download KLIK DISINI


Ini lanjutanya :

Untuk download KLIK DISINI



Ini Lanjutanya :
untuk download KLIK DISINI


Oh ya kalu sudah selesai downloadnya jangan lupa ucapkan alhamdulillah

DOWNLOAD TUTORIAL VIDIO MENULIS BASMALAH DENGAN KHAT TSULUS

 Alhamdulillah akhirnya saya sempat mengupload  vidio tentang cara penulisan kaligrafi islam naskhi ada, tsulus juga ada. Dalam video tersebut ada teman saya yang ahli menulis KALIMAT BASMALAH dengan khat tsulust, sedang menggores kalimat dan harokatnya, dan saya rekam dengan kamera digital.  Sebelum mendownloadnya silahkan lihat dulu dari Youtube.com yang sudah saya upload.
 
Untuk mendownload video diatas KLIK DISINI.

Ini vidio lanjutanya :

Untuk mendownload video diatas KLIK DISINI.




Ini vido lanjutanya :

Untuk mendownload video diatas KLIK DISINI.

Oh ya kalu sudah selesai downloadnya jangan lupa ucapkan alhamdulillah

DAFTAR HARGA PERALATAN DAN BUKU KALIGRAFI




DAFTAR HARGA PERALATAN DAN BUKU KALIGRAFI
PESANTEREN KALIGRAFI ALQURAN LEMKA
SUKABUMI, JAWA BARAT
NO.
NAMA BARANG
HARGA
 (Rp)
KET.
1
Asah Asuh Huruf
26500
Tersedia
2
Belajar Kaligrafi Islam jilid  1
5500
Tersedia
3
Belajar Kaligrafi Islam jilid  2
8000
Tersedia
4
Belajar Kaligrafi Islam jilid  3
8500
Tersedia
5
Belajar Kaligrafi Islam jilid4
7000
Tersedia
6
Belajar Kaligrafi Islam jilid  5
13000
Tersedia
7
Belajar Kaligrafi Islam jilid6
14000
Tersedia
8
Belajar Kaligrafi Islam jilid7
31000
Tersedia
9
Cara Mengajar Kaligrafi (Pedoman Guru)
18000
Tersedia
10
Curatcoret Coretcoretan Bukanasal Coret
11000
Tersedia
11
Gores Kalam Butir-butir Pemikiran Pengembangan Klg di Indonesia
17500
Tersedia
12
Kaligrafi Arab Peralihan Peran dari Kufi ke Naskhi
8500
Tersedia
13
Kaligrafi Hitam Putih D. Sirojuddin AR
28000
Tersedia
14
 Katalog Turki: Hasyim Muhammad (hard cover)
35000
Tersedia
15
Katalog Turki: Hasyim Muhammad (soft cover)
30000
Tersedia
16
Khat Naskhi Kebutuhan Primer Baca Tulis
9500
Tersedia
17
Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam
147500
Tersedia
18
Koleksi Peraduan Khat ASEAN
30000
Tersedia
19
Latihan Melukis Kaligrafi dr hitam putih ke warna
9500
Tersedia
20
Membina Kaligrafi Gaya Lemka
8500
Tersedia
21
Mewarnai kaligrafi Jilid 1-7
@ 17000
Tersedia
22
Pak Didin Menabur Ombak Kaligrafi
27500
Tersedia
23
Panduan Teknik pengolahan Hiasan Mushaf
20000
Tersedia
24
Sekeliling Festival Istiqlal II 1995
17500
Tersedia
25
Seni Kaligrafi Islam
20000
Tersedia
26
Seni Kaligrafi Islam di Indonesia
6500
Tersedia
27
Tafsir Al-Qalam
20000
Tersedia
28
Teknik Pengolahan Kaligrafi Dekorasi
17500
Tersedia
29
Qawaid Khat al-Arabi; Hasyim Muhammad (hard cover)
35000
Tersedia
30
Qawaid Khat al-Arabi; Hasyim Muhammad (soft cover)
30000
Tersedia
B. Peralatan Tulis dan Lukis
NO.
NAMA BARANG
HARGA
(Rp)
KET.
31
Cat Mowilex Putih
9000
Tersedia
32
Cat Mowilex Warna
10000
Tersedia
33
Cat Meries
40000
Tersedia
34
Handam panjang
5000
Tersedia
35
Handam pendek
3000
Tersedia
36
Handam pendek (sudah dipotong miring)
4000
Tersedia
37
Kuas Eterna No. 1
1200
Tersedia
38
Kuas Eterna No. 2
1300
Tersedia
39
Kuas Eterna No. 3
1400
Tersedia
40
Kuas Eterna No. 4
1600
Tersedia
41
Kuas Eterna No. 5
1700
Tersedia
42
Kuas Eterna No. 6
1900
Tersedia
43
Kuas Eterna No. 7
2100
Tersedia
44
Kuas Eterna No. 8
2300
Tersedia
45
Kuas Eterna No. 9
2400
Tersedia
46
Kuas Eterna No. 10
2500
Tersedia
47
Kuas Eterna No. 11
3000
Tersedia
48
Kuas Eterna No. 12
3100
Tersedia
49
Kuas Mofit Besar
2500
Tersedia
50
Kuas Mofit Kecil
2000
Tersedia
51
Pena kaligrafi
10000
Tersedia
52
Penghapus Boxy Besar
10000
Tersedia
53
Penghapus Boxy Kecil
7000
Tersedia
54
Pensil Faber Castell
2500
Tersedia
55
Pensil kapur
20000
Tersedia
56
Ring Color (Teori Warna)
55000
Tersedia
57
Tempat Tinta Atom Bulat
17000
Tersedia
58
Tinta China biasa (Yamura)
3000
Tersedia
59
Tinta China botol panjang
40000
Tersedia
60
Tinta Rotring
30000
Tersedia
C. Cindera Mata
NO.
NAMA BARANG
HARGA (Rp)
KET.
61
Kaos Lemka lengan  panjang, tidak berkerah                  
 5.000,00
Tersedia 
62
Kaos lemka lengan panjang, berkerah (1 stel dengan training),   
75.000,00
 Tersedia
Keterangan:
 Harga sewaktu-waktu dapat berubah
 Pemesanan Alat dan buku diatas dapat dipesan melalui

Syamsul Rizal 

SISTEM BELAJAR DI LEMKA

SISTEM BELAJAR DI LEMKA
A. Tahap penerimaan santri baru
1. Tes awal

Disini calon santri diharuskan membuat 4 buah karya kaligrafi selama 4 hari, meliputi naskah, mushaf, dekorasi dan lukisan kontemporer.


          

2. Tes wawasan kaligrafi

Disini para calon santri di tes seberapa jauh kemampuan dan pengetahuanya dalam bidang kaligrafi.

3. Tes lisan (wawancara)

Disini Calon santri di tes kemampuan baca tulis quran, Seperti Nahwu, sharaf, tajwid, kitab kuning dll.

4. Pengumuman kelulusan tes

Disini calon santri dikumpulkan untuk mendengarkan pengumuman dari pimpinan pesantren mengenai kelulusan santri baru. Apakah santri yang bersangkutan diterima atau tidak mengikuti pendidikan di pesantren kaligrafi LEMKA atau tidak. Hal tersebut berdasarkan penilaian dan pengukuran terhadap nilai tes yang telah dilalui santri tersebut.

B. tahap selanjutnya
1. Belajar di kelas
2. Koreksian

3. Mengejar ustad

4. Rekreatif
5. Ujian
6. Tugas harian
7. Tugas mingguan
8. Sanksi
Penjelasansanya nyusul yah… lg capek ntar mdh2an da waktu unk nerusinya

Kumpulan Kata-kata Mutiara Hikmah Tentang Kaligrafi

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena.
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
QS Al-‘Alaq/96: 1-5

“Nun. Demi pena dan apa yang mereka tulis.”
(QS Al-Qalam/68: 1)

Katakanlah: “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”
(QS Al-Kahf/18: 109)

“Seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”
(QS Luqman/31: 27)

“Allah telah menciptakan nun, yakni dawat (tinta).”
(HR Abu Hatim dari Abu Hurairah)

Setelah Allah menciptakan nun, yakni dawat (tinta) dan telah menciptakan pula kalam pena), lantas Dia bertitah: “Tulislah!” Jawab kalam: “Apa yang hamba tulis?” Jawab Allah: “Tulislah semua yang ada sampai hari kiamat.”
(HR Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas)

Yang mula-mula diciptakan Allah ialah kalam, lalu diperintahkan Allah supaya dia menulis. Maka bertanyalah dia kepada Tuhan: “Apa yang mesti hamba tuliskan, ya Rabbi?” Allah menjawab: “Tulislah segala apa yang telah Aku takdirkan sampai akhir zaman.”
(HR Imam Ahmad bin Hanbal dari A-Walid bin Ubbadah bin Samit)

“Ikatlah ilmu dengan tulisan! Ilmu itu adalah buruan, tulisan adalah talinya”
(HR Tabrani dalam Al-Kabir)

“Ilmu adalah buruan, tulisan adalah talinya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kukuh!”
Imam Syafi’i)

Kepada orang yang mengeluhkan kesulitan hapalannya, Rasulullah SAW menasihatkan:
“Bantulah dengan tangan kananmu untuk memperkuat hapalanmu.”
HR Turmuzi)

“Khat yang indah menambah kebenaran semakin nyata.”
(HR Dailami dalam Musnad al-Firdaus)

“Di antara kewajiban orangtua atas anaknya adalah: mengajarinya menulis,
memperbagus namanya, dan mengawinkannya apabila telah dewasa.”
(HR Ibnu Najjar)

Kepada sekretarisnya Rasulullah SAW menyarankan:
“Apabila engkau menulis, taruhlah pulpenmu di telingamu, karena cara itu memberimu konsentrasi penuh.”
(HR Ibnu Asakir di dalam Tarikhnya)

Kepada sekretarisnya, Muawiyah ra, Rasulullah SAW menyarankan: “Tuangkan tinta, raut-miringkan pena, tepatkan posisi ba’, renggangkan sin, jangan sumbat mim, indahkanlah Allah,
panjangkan Ar-Rahman, dan baguskan Ar-Rahim.”
(HR Al-Qadi Iyad dari Ibnu Abi Sufyan dalam Al-Syifa’)

Kepada Abdullah Rasulullah SAW mengingatkan: “Wahai Abdullah, renggangkan jarak spasi, susunlah huruf dalam komposisi, peliharalah proporsi bentuk-bentuknya, dan berilah setiap huruf hak-haknya.”
(Al-Hadis)

“Barangsiapa meninggal dunia, sedangkan warisannya adalah catatan dan tinta, ia niscaya masuk surga.”
(HR Dailami dalam Irsyad al-Qulub)

“Barangsiapa meraut pena untuk menulis ilmu, maka Allah akan memberinya pohon di syurga
yang lebih baik daripada dunia berikut seluruh isinya.”
(Al-Hadis)

“Khat /kaligrafi adalah tulisan huruf Arab tunggal atau bersusun yang berpedoman kepada keindahan sesuai dengan sumber-sumber dan peraturan-peraturan seni yang telah diletakkan dasar-dasarnya
oleh para tokoh di bidangnya.”
(Muhammad Tahir al-Kurdi al-Makki dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Kaligrafi adalah tradisi yang diperindah gerakan jemari dengan pena
berdasarkan kaedah-kaedah khusus.”
(Muhammad Tahir al-Kurdi al-Makki dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Khat/kaligrafi adalah ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan tatacara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Atau apa-apa yang ditulis di atas garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis,
serta menggubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara menggubahnya.”
(Syeikh Syamsuddin al-Akfani dalam Irsyad al-Qasid bab “Hasyr al-Ulum”)

“Kaligrafi itu tersirat dalam pengajaran guru, tegak profesionalnya tergantung banyak latihan, dan kelanggengannya pada pengamalan agama Islam.”
(Ali bin Abi Talib)

“Keindahan kaligrafi tersembunyi dalam pengajaran guru, tegak profesionalnya tergantung banyak latihan
dan menyusun komposisi, dan kelanggengannya bagi seorang muslim adalah dengan
meninggalkan segala larangan dan menjaga salat, padahal asal-usulnya hanyalah
mengetahui huruf tunggal dan huruf sambung.”
(Ali bin Abi Talib)

“Kaligrafi adalah arsitektur spiritual walaupun lahir dengan perabot kebendaan.”
(Euclides)

“Kaligrafi adalah ilmu ukur spiritual yang diekspresikan melalui peralatan material. Apabila engkau perbagus penamu, berarti kau perbagus kaligrafimu; namun apabila engkau abaikan penamu,
berarti telah kau abaikan kaligrafimu.”
(Aminuddin Yaqut al-Musta’simi dari Bani Abbas)

“Tulisan adalah lidahnya tangan, karena dengan tulisan itulah tangan berbicara.”
(Ubaidullah bin Abbas)

“Kaligrafi itu lembut seperti awan yang berarak-arakan dan gagah seperti naga yang sedang marah.”
(Wang Hsichih)

“Kaligrafi adalah pengikat akal pikiran.”
(Plato)

“Kaligrafi itu adalah akar dalam ruh walaupun lahir melalui peralatan materi.”
(Al-Nazzam)

“Pena bagi seorang penulis bagaikan pedang bagi seorang pemberani.”
(Ibnu Hammad)

“Akal manusia utama berada di ujung penanya.”
(Garar al-Hikam)

“Kalau bukan karena pena, dunia tidak akan berdiri, kerajaan tidak akan tegak.”
(Iskandar Zulkarnain dari Macedonia)

“Kaligrafi adalah lukisan dan bentuk harfiyah yang menunjukkan kepada kalimat yang didengar
yang mengisyaratkan apa yang ada di dalam jiwa.”
(Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah)

“Persoalan agama dan dunia berada di bawah dua hal: pena dan pedang. Pedang berada di bawah pena.”
(Raja-raja Yunani dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Apabila, suatu hari, para pahlawan pemberani bersumpah
Dengan pedang mereka sambil menghunuskannya:
Demi keagungan, demi kemuliaan.
Cukuplah pena penulis sebagai kemuliaan dan ketinggian sepanjang abad,
Sebagaimana Allah pernah bersumpah: demi kalam!”
(Abu al-Fath al-Busti dalam Seni Kaligrafi Islam)

“Kaligrafi adalah produk kebudayaan yang menguat dengan kekuatan kebudayaan
dan melemah dengan lemahnya kebudayaan.”
(Abdul Fattah Ubbadah dalam Intisyar al-Khat al-‘Arabi fil ‘Alam al-Syarqi wal ‘Alam al-Gharbi)

“Apabila kata-kata merupakan makna yang bergerak, sebaliknya tulisan adalah makna yang bisu.
Namun, kendatipun bisu, ia melakukan perbuatan bergerak karena isinya yang mengantarkan penikmatnya kepada pemahaman.”
(D. Sirojuddin AR dalam Seni Kaligrafi Islam)

“Alquran adalah yang pertama kali mengangkat mercusuar kaligrafi Arab.”
(Abdul Fattah Ubbadah dalam Intisyar al-Khat al-‘Arabi fil ‘Alam al-Syarqi wal ‘Alam al-Gharbi)

“Alat kata-kata adalah lidah, sedangkan alat tulisan adalah pena atau kalam. Keduanya berbuat untuk kepentingan satu sama lain guna mengekspresikan makna-makna final.”
(D. Sirojuddin AR dalam Seni Kaligrafi Islam)

“Satu gaya kaligrafi sudah ditentukan secara ketat aturan-aturannya. Keserasian antar huruf, merangkai, komposisi, sentakan, bahkan jarak spasi mesti diukur dengan serasi. Jika tidak, hasilnya ngawur.”
(Prof. H.M. Salim Fachry, nasihat kepada muridnya, D. Sirojuddin AR)

“Khusus bagi para pelukis yang kurang mengenal tulisan Arab dihimbau agar hendaknya meneliti lebih cermat khususnya ayat-ayat Alquran, juga teks-teks Arab lainnya sebelum digalok dengan lukisan mereka. Dengan demikian, tidak akan terjadi salah tulis atau kekeliruan imla’”
(K.H.M. Abd. Razaq Muhili ,nasihat kepada muridnya, D. Sirojuddin AR)

“Tulisan jelek, jika diikuti oleh kaedah imla’iyah yang betul masih bisa dimaafkan. Sebaliknya, jika kekeliruan terletak pada kaedah imla’iyah, maka itu barulah benar-benar suatu kesalahan. Bahayanya, jika itu terjadi pada penulisan ayat-ayat Alquran, sebab akan menyimpang dari arti yang sesungguhnya.”
(K.H.M. Abd. Razaq Muhili, nasihat kepada muridnya, D. Sirojuddin AR)

“Kaligrafi dianggap benar apabila memiliki lima prinsip disain, yaitu: taufiyah (selaras), itmam (tuntas, unity), ikmal (sempurna, perfect), isyba’ (paralel, proporsi), dan irsal (lancar, berirama).”
(Ibnu Muqlah dalam Subhul A’sya)

“Tata letak yang baik (husnul wad’i) kaligrafi menghendaki kepada perbaikan empat hal, yaitu: tarsif (formasi teratur seimbang, balance), ta’lif (tersusun, arranged), tastir (selaras, beres, regular), dan tansil (maksudnya bagaikan pedang atau lembing saking indahnya, excellent).”
(Ibnu Muqlah dalam Subhul A’sya)

“Seperempat tulisan ada pada hitam tintanya,
Seperempat: indahnya hasil cipta penulisnya.
Seperempat datang dari kalam,
Engkau serasikan potongannya.
Dan pada kertas-kertas,
Muncul nilai keempat.”
(Senandung Putaran Empat Perempat dalam Belajar Kaligrafi: Terampil Melukis Jld. 7)

“Hendaknya kamu belajar kaligrafi yang bagus, karena dia termasuk kunci-kunci rezeki.”
(Ali bin Abi Talib)

“Pelajarilah kaligrafi yang betul,
Wahai orang yang memiliki akal budi,
Karena kaligrafi itu tiada lain
Dari hiasan orang yang berbudi pekerti.
Jika engkau punya uang,
Maka kaligrafimu adalah hiasan.
Tapi jika kamu butuh uang,
Kaligrafimu, sebaik-baik sumber usaha.”
(Al-Hafizh Usman dari Turki Usmani)

“Kaligrafi adalah harta simpanan si fakir dan hiasan Sang Pangeran.
Betapa kerap kaligrafi benar-benar menambah kejelasan dengan kekuatan mengelokkan tinta.”
(Syair Arab dalam Disain Pelajaran Kursus Kaligrafi I)

“Kaligrafi akhirnya jadi lapangan bisnis yang luas dan mendapat tempat yang istimewa yang belum pernah dicapai sebelumnya, baik di kalangan periklanan, informatika, maupun brosur-brosur niaga
dan lembaga-lembaga non profit yang menyebar dengan aneka warna.”
(Kamil al-Baba dari Libanon dalam Ruh al-Khat al-‘Arabi)

“Muliakanlah anak-anakmu dengan belajar menulis, karena tulisan adalah perkara paling penting
dan hiburan paling agung.”
(Ali bin Abi Talib)

“Seorang kaligrafer jenius melihat pada apa-apa yang tidak kelihatan oleh para kaligrafer biasa.”
(Kamil al-Baba dari Libanon dalam Ruh al-Khat al-‘Arabi)

“Kaligrafi, dia adalah lukisan huruf, posisinya tidak pernah mandek, bahkan terus berkembang menyusuri waktu. Maka, kita sekarang tidak lagi menulis khat Kufi primitif yang ditulis orang Arab dulu-dulu.
Kita telah terbiasa dengan tulisan yang telah banyak berkembang melintasi
masa-masa Islam yang saling berganti.”
(Kamil al-Baba dari Libanon dalam Ruh al-Khat al-‘Arabi)

“Saya tidak mau menghambat dinamika atau dynamic dari kaligrafi, form of kaligrafi itu. Tetapi saya bisa bebas dengan hanya menggambar karakter huruf itu saja, ada yang melengkung, ada yang tegak, ada yang ke kiri, ada yang ke kanan, dengan titik, dengan lengkungan-lengkungan yang sangat ekspresif.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)

“Dengan mengambil tulisan Arab itu, sudah dibawa kita kepada ikon tertentu, dunia tertentu,
yaitu spiritual, meditatif, kontemplatif….”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)

“Huruf bagi saya adalah materia hidup yang saya olah sekehendak saya kapan saya mau.”
(Naja al-Mahdawi dari Tunisia dalam Fikrun wa Fannun)

“Semua huruf, bila engkau perhatikan,
Maka bagian-bagiannya tersusun dari noktah.
Bentuk seluruh huruf terambil
Dari satu bentuk alif yang dibolak-balik.
Sehingga engkau lihat bangunannya
Memiliki rumus-rumus yang menyeluruh.
Maka, pandanglah dengan mata hati
Supaya engkau memperoleh pelajaran.”
(Syair Arab dalam Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru)

“Melukis bagi saya adalah hiburan. Apalagi saat huruf-huruf Alquran itu senyawa dengan cat, terasa ada nilai plus dan kenikmatan luarbiasa. Lebih nikmat daripada sekedar curat-coret dengan tinta cina hitam di atas kertas putih. Saya sadar, seorang khattat harus juga seorang pelukis. Harus….”
(D. Sirojuddin AR dalam Belajar Kaligrafi: Terampil Melukis, Jld. 7)

“Sesungguhnya aku melukis kaligrafi dan tidak menulisnya.”
(Muhammad Sa’ad Haddad dari Mesir dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)

“So, I sacrified myself, saya batasi ekspresi-ekspresi bebas saya itu, tapi saya kembalikan kepada nilai-nilai yang saya bisa gali secara lebih banyak dan secara lebih berbobot dari Alquran itu sendiri…. Saya menanam ke dalam lukisan-lukisan suatu konsep berfikir atau suatu nilai-nilai lain yang filosofis, yang membuat orang itu bisa lebih menikmatinya. Aesthetic pleasure dan ethical pleasure together.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)

“Tampilan kaligrafi harus hidup dan bergerak, sebagaimana sebagian huruf ingin saling rangkul atau bebas ketika sedang berpegangan atau saling sokong satu sama lain. Apabila bentuknya miskin dari sifat dinamis tersebut, menjadilah ia kering dan membosankan mata. Sebaliknya, engkau pasti ingin melihat yang bentuknya menyenangkan, sangat elok, atau memberi kesan penuh khayal.”
(Hassan Massoudy dari Perancis dalam Hassan Massoudy Calligraphe)

“Sebuah lukisan akan memiliki nilai plus dengan penyusupan unsur kaligrafi ke dalamnya. Jika temanya ayat-ayat Alquran, maka nilai plus itu akan terasa semakin agung, karena memancarkan pesan-pesan suci yang dalam yang dapat dijadikan bahan renungan, baik oleh pelukis maupun orang lain yang jadi peminatnya.”
(D. Sirojuddin AR dalam Belajar Kaligrafi: Terampil Melukis, Jld. 7)

“Keindahan kaligrafi adalah anugerah Allah dan setiap kaligrafer telah mendapatkan bagiannya masing-masing berdasarkan pembagian Allah. Maka, tidak boleh saling bertarung dengan karya orang lain atau mengejek akibat salah paham, karena itu semua adalah bagiannya yang diterimanya dari Allah.”
(Sayid Abdul Kadir Abdullah bergelar Haji Zaid dari Mesir dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)

“Aku melihat bahwa manusia tidak menggores suatu tulisan di suatu hari, kecuali besoknya berkata: Kalau ini dirubah tentu lebih baik, kalau ditambah ini dan itu pasti lebih bagus lagi, kalau ini yang didahulukan mungkin lebih afdal, bila ini ditinggalkan pasti lebih indah. Ini ungkapan paling sering,
dan hanya menunjukkan rasa kekurangan pada kebanyakan manusia.”
(Al-Imad al-Asfahani dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Prestasi seni rupa Muslim yang sukses luarbiasa, terbesar dan paling akrab dengan jiwa kaum Muslim adalah kaligrafi (seni menulis indah). Kaum Muslimin memilih kaligrafi sebagai media utama pernyataan rasa keindahannya karena tak ada bentuk seni lainnya yang mengandung abstraksi yang demikian lengkap dan mutlak.”
(Isytiaq Husain Quresyi dalam Seni di dalam Peradaban Islam)

“Kaligrafi adalah kebun raya ilmu pengetahuan.”
(Abu Dulaf al-‘Ajli dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Kaligrafi adalah seni suci, karena dengan kaligrafi inilah Alquran, wahyu Allah diteruskan kepada manusia…. Kaligrafi Arab juga mempunyai makna estetis ikonographis dalam seni peradaban Islam.”
(M. Abdul Jabbar Beg dalam Seni di dalam Peradaban Islam)

“Pena adalah kendaraan kecerdikan. Dengan tangis pena, buku-buku tersenyum.”
(Al-Utabi dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Tetesan airmata seorang gadis cantik di pipinya tidaklah lebih indah daripada tetesan tinta di pipi buku.”
(Ahmad bin Yusuf dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Jangan kalian sangka bahwa keindahan kaligrafi membahagiakan saya,
Tidak pula kedermawanan kedua telapak tangan Si Hatim Al-Tha’i.
Saya hanya membutuhkan satu hal,
Yaitu untuk memindahkan noktah huruf kha’ kepada tha’.”
(Syair Arab dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)
Khat=tulisan, hazh=penghasilan

“Wahai para penulis, berlomba-lombalah dalam memperindah aspek-aspek sastra, pahamilah agama, mulailah dengan mempelajari ilmu kitab Allah lalu bahasa Arab, karena ia menjadi pemanis bahasamu, kemudian perbaikilah tulisanmu karena ia sebagai penghias kitab-kitabmu, riwayatkanlah syair-syair, kenalilah keunikan dan makna-maknanya, kenalilah hari-hari orang Arab dan non Arab, kejadian-kejadian dan perjalanan hidup mereka karena yang demikian akan mendukung tercapainya cita-citamu.”
(Abu Hamid al-Katib, wasiat kepada orang-orang seprofesinya dalam Al-Balaghah al-Wadihah)

“Di dalam kebenaran ada kebaikan dan keindahan, di dalam keindahan ada kebenaran dan kebaikan.”
(Dany Huisman dalam ‘Ilm al-Jamal)

“Alquran turun bukan berdasarkan huruf, tapi bunyi. Sedangkan huruf-hurufnya datang dan dimodifikasi setelah Alquran turun. Dan huruf itu mengikuti pola-pola bunyi, bukan bunyi mengikuti huruf. Maka, huruf berhak untuk diubah-ubah, sementara bunyi Alquran tidak bisa diubah-ubah. Sekiranya mazhab-mazhab kaligrafi itu bertambah subur, maka itulah kondisi yang lebih bagus.”
(D. Sirojuddin AR dalam Jurnal Islam 2001)

“Kaligrafi, agaknya, sangat mudah membias pada seluruh karya seni bahkan segala perabotan yang serba Islami. Dan, anak-anak muda seperti sangat ‘keranjingan’ terhadap kegiatan yang serba kaligrafi.”
(D. Sirojuddin AR dalam Seni Kaligrafi Islam)

“Karena tulisan itu mempunyai dua aspek: aspek komunikatif dan aspek ekspresif…. Kedua aspek ini dalam sebuah lukisan saya menjadi satu dan tidak bisa dipisahkan…. Keduanya simultan lahir di dalam kanvas dan saling mendukung secara struktur.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)

“Penjelasan di lidah, kaligrafi di penjelasan. Kaligrafi adalah salahsatu dari dua lidah, keindahannya adalah salahsatu dari dua kefasihan. Sungguh mengagumkan: pena minum kegelapan dan melafalkan cahaya.”
(Abdul Hamid al-Katib dalam Al-Balaghah al-Wadihah)

“Kaligrafi adalah lidahnya tangan, kecantikan rasa, duta akal, penasihat pikiran, senjata pengetahuan, penjinak saudara dalam pertikaian, kawan bicara jarak jauh, penyimpan rahasia, dan gudang rupa-rupa permasalahan.”
(Ibrahim bin Muhammad al-Syaibani dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Seorang penulis kaligrafi membutuhkan atribut, di antaranya adalah bagusnya rautan kalam, pemanjangan ruasnya, tingkat kemiringan potongannya; kepiawaiannya menggoyang jemari, menorehkan tinta menurut kadar kelebaran huruf, menjaganya dari kekosongan tinta, penutulan tanda baca pada khat serta peneraan noktah untuk teks, sampai keserasian goresan dan manisnya penggalan sub-sub.”
(Al-Hasan bin Wahab dalam Falsafatu al-Fann ‘inda al-Tauhidi)

“Agama Islam melarang untuk merepresentasikan wajah Allah atau Nabi Muhammad dan tubuh manusia dalam beberapa situasi. Karena itu, kaligrafi menjadi elemen dekorasi paling dasar
di masjid dan seluruh monumen yang lain.”
(Georges Jean dalam Writing The Story of Alphabets and Scripts)

“Seorang kaligrafer sebaiknya mengerti bahasa Arab. Pemahaman bahasa Arab itu menjadi lebih penting, karena hampir semua kaligrafer, dengan sendirinya, akan berhubungan dengan Alquran.
Salah titik saja, bisa berakibat fatal.”
(D. Sirojuddin AR dalam Republika 1995)

“Tidak hanya menggoreskan pena atau mencampur warna, saya juga telah menganggap khat sebagai ilmu pengetahuan yang harus ditekuni dengan sepenuh hati dan akal. Ternyata, yang saya temukan hanyalah pertanda bahwa ilmu Allah itu memang tidak pernah kering.”
(D. Sirojuddin AR dalam Panji Masyarakat 1999)

“Gagasan untuk menggoreskan pena atau kuas seakan-akan tidak habis-habisnya. Terus-menerus terbuka kemungkinan baru untuk berekspresi. Huruf-huruf Arab seakan menjadi materi hidup
yang sangat plastis dan acapkali di luar perhitungan.
Di depan kanvas, saya seolah-olah berada di tengah padang yang tak bertepi.”
(Didin Sirojuddin AR dalam Panji Masyarakat 1999)

“Kaligrafi kekal sepanjang masa setelah kepergian penulisnya,
meskipun penulis kaligrafi terpendam di bawah tanah.”
(Al-Hafizh Usman dari Turki Usmani dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)

“Telah pupus raja kaligrafi,
Pena-pena melipatkan benderanya karena duka atas kepergiannya.
Dan melipatgandakan keluh tempat berpijak,
Setelah kemegahan lama tergenggam di tangannya.
Karena itu telah kukatakan di dalam tarikhnya:
Zuhdi telah meninggal, semoga rahmat Allah atasnya.”
(Syair atas kepulangan al-khattat Abdullah Zuhdi dari Turki Usmani dalam Al-Wasit fil Adab al-‘Arabi wa Tarikhikhi)

“Pabila setengahmu hapus nyawa nangislah sisanya,
Sebab satu sama lain akrab senantiasa.
Bukan ku ‘lah muak hidup di dunia
Tapi, kepalang kudipercaya sumpah mereka
Maka, cerailah tangan kananku tercinta.
Kujual kepada mereka agamaku dengan duniaku,
Namun mereka halau aku dari dunia mereka
Sesudah mereka gasak agamaku.
Kugoreskan kalam sekuat tenagaku ‘tuk melindungi nafas-nafas mereka.
Duhai malangnya…. bukannya mereka melindungiku!
Tiada ni’mat dalam hidup ini
Sesudah senjata kananku pergi tiada arti.
Duh hayatku nan malang tangan kananku telah hilang.
Hilanglah, segala arti tergusur hilang.”
(Ibnu Muqlah sesudah tangan kanannya dipotong karena fitnah dalam Al-Wasit fil Adab al-‘Arabi wa Tarikhikhi)

“Dengan bisa membaca dan bisa menulis itu, sebenarnya manusia tidak boleh bodoh. Manusia itu harus bisa mengembangkan pengetahuan. Harus mempergunakan otaknya…. harus mempergunakan akalnya supaya selalu memperbaiki keadaan. Meningkatkan (kualitas) nilai yang ada dalam kehidupan ini.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)

“Kaligrafi secara umum memiliki tiga sifat yang berturut-turut tergantung kepentingannya, yaitu: jelas bacaannya, mudah menuliskannya, dan indah tampilannya.”
(Habibullah Fada’ili dari Syria dalam Atlas al-Khat wal Khutut)

“Kaligrafi termasuk unsur rupaka dilihat dari watak-wataknya secara umum yang menentukan kesanggupannya mengekspresikan gerak dan akumulasi. Gerak di sini adalah gerak-gerak tarian orisinal secara bebas. Sedangkan akumulasi atau penyusunan huruf sebagai unsur ornamen tergambar dalam tipe-tipe menukik, memutar, bergerak berkeliling secara bebas, dan menyentak.”
(Fauzi Salim Afifi dari Mesir dalam Silsilatu Ta’lim al Khat al-‘Arabi: Dalil al-Mu’allim)

“Di antara kesempurnaan tulisan adalah saat penulis membebaskan tempat-tempat
yang dapat menimbulkan kekeliruan dalam membaca.”
(Fauzi Salim Afifi dari Mesir dalam Silsilatu Ta’lim al Khat al-‘Arabi: Dalil al-Mu’allim)

“Setiap kali aku menggores sebuah baris, hilanglah satu baris dari umurku.”
(Sayid Ibrahim dari Mesir dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Tangan kaligrafer menuntunnya ke surga karena menulis ayat-ayat Alquran.”
(Mus’ad Mustafa Khudir al-Bursaid dari Mesir dalam Koleksi Karya Master kaligrafi Islam)

“Seorang khattat, ketika pikirannya sedang kosong saat berkarya, ia mengembalikan pandangan kepada tulisannya secara bebas, hingga dapat melihatnya dengan gambaran yang bukan gambaran sebelumnya dan mampu menilai sendiri tulisan dan dirinya.”
(Fauzi Salim Afifi dari Mesir dalam Silsilatu Ta’lim al Khat al-‘Arabi: Dalil al-Mu’allim)

“Kehadiran sanggar-sanggar dan aktivitas kaligrafi yang tambah semarak menuntut kehadiran para guru dan pembina kaligrafi yang profesional. Guru atau pembina yang ‘sekedar bisa’ atau ‘asal tahu’, untuk saat ini, sudah tidak memenuhi syarat lagi karena akan terseret-seret oleh anak-anak muda
yang terus bergerak maju.”
(D. Sirojuddin AR dalam Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru)

“Kaligrafi Arab merupakan jenis tulisan yang elastis, tampil dengan bentuk keindahan yang sensitif. Seperti dalam kaligrafi Cina, seorang kaligrafer dalam seni khat memiliki daya sensitivitas yang tinggi di samping kepandaian teknik menulis. Maka, nilai pribadi seniman tampak pada setiap jenis karya seni khat yang menjadi sumber pertumbuhan dari gaya dalam kaligrafi Arab.”
(Wiyoso Yudoseputro dalam Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia)

“Haruslah lahir nuansa-nuansa baru yang memperkuat penciptaan yang lebih menyeluruh, sehingga kelenturan kaligrafi dapat dibuktikan dalam kemungkinan-kemungkinan mengolah dari visi-visinya yang pusparagam. Arus perkembangan ini akan bergerak terus tanpa bisa dibendung.”
(D. Sirojuddin AR dalam Dinamika Kaligrafi Islam)

“Yang pertamakali menerakan Basmalah di awal tulisannya adalah Nabi Sulaiman as. Orang-orang Arab sendiri dalam pembuka kitab-kitabnya mengucapkan Bismika Allahumma hingga turun ayat dalam surat Hud Bismillahi majreha wa mursaha, maka Rasulullah SAW pun menuliskannya sampai turun ayat Qul ud’ullaha awid’ur Rahmana… dalam surat Al-Isra’ atau Bani Isra’il. Setelah itu, turunlah ayat Innahu min Sulaimana wa innahu Bismillahir Rahmanir Rahim yang selanjutnya menjadi amalan yang disunnahkan.”
(Naji Zainuddin dari Irak dalam Musawwar al-Khat al-‘Arabi)

“Seni iluminasi adalah jembatan antara seni kaligrafi dan seni lukis. Walaupun berhubungan dengan kaligrafi, seni lukis (di dunia Islam) dianggap seni yang lamban dan kedudukan pelukis tidaklah
seranking dengan kaligrafer.”
(Philip Bamborough dalam Treasure of Islam)

“Kaligrafi itu seperti lukisan atau musik yang menuntut kesiapan khusus yang tidak bisa diterima oleh
semua orang. Di antara seribu kaligrafer Turki, paling-paling bisa kita sebut sepuluh orang
yang memiliki keunggulan dalam keindahan kaligrafinya.”
(Celal Esad Arseven dalam Al-Lauhat al-Khattiyah fi al-Fan al-Islami)

“Kaligrafi disebut bagus apabila bentuk-bentuk hurufnya indah, dan disebut buruk
apabila bentuk-bentuk hurufnya jelek.”
(Naji Zainuddin dari Irak dalam Musawwar al-Khat al-‘Arabi)

“Keindahan kaligrafi Arab lebih banyak berbicara pada hiasan arsitektur. Kemegahan masjid-masjid besar di negara-negara Islam tidak hanya terletak pada konsep disain arsitekturnya,
tetapi juga pada nilai dekoratifnya.”
(Wiyoso Yudoseputro dalam Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia)

“Kita dapat memastikan, bahwa membentuk seorang kaligrafer lebih sulit daripada membentuk seorang pelukis. Meskipun pelukis telah mencapai tingkat kemampuan, ia takkan sanggup meniru sebuah karya kaligrafi yang indah apabila belum menguasai kaedah penulisan khat yang benar.”
(Celal Esad Arseven dalam Al-Lauhat al-Khattiyah fi al-Fan al-Islami)

“Bagusnya rautan kalam adalah setengah khat, dan mengetahui tatacara memotongnya adalah setengah sisanya. Karena sesungguhnya, setiap gaya khat mempunyai potongan tersendiri.”
(Al-Maqri al-‘Ala’i dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Barangsiapa kurang bagus caranya menorehkan tinta, meraut dan memotong kalam, memposisikan kertas, dan mengatur gerakan tangan waktu menulis, berarti dia sedikit pun tidak mengerti cara menulis.”
(Al-Maqri al-‘Ala’i dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Penguasaan khat adalah indahnya rautan.”
(Ibnu Muqlah dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Khat seluruhnya adalah kalam.”
(Al-Dahhak bin Ajlan dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

SUMBER : http://sirojuddinar.blogspot.com/2008/11/mutiara-hikmah-kaligrafi.html

DAFTAR HARGA PERALATAN KALIGRAFI




DAFTAR HARGA PERALATAN DAN BUKU KALIGRAFI
PESANTEREN KALIGRAFI ALQURAN LEMKA
SUKABUMI, JAWA BARAT
NO.
NAMA BARANG
HARGA
 (Rp)
KET.
1
Asah Asuh Huruf
26500
Tersedia
2
Belajar Kaligrafi Islam jilid  1
5500
Tersedia
3
Belajar Kaligrafi Islam jilid  2
8000
Tersedia
4
Belajar Kaligrafi Islam jilid  3
8500
Tersedia
5
Belajar Kaligrafi Islam jilid4
7000
Tersedia
6
Belajar Kaligrafi Islam jilid  5
13000
Tersedia
7
Belajar Kaligrafi Islam jilid6
14000
Tersedia
8
Belajar Kaligrafi Islam jilid7
31000
Tersedia
9
Cara Mengajar Kaligrafi (Pedoman Guru)
18000
Tersedia
10
Curatcoret Coretcoretan Bukanasal Coret
11000
Tersedia
11
Gores Kalam Butir-butir Pemikiran Pengembangan Klg di Indonesia
17500
Tersedia
12
Kaligrafi Arab Peralihan Peran dari Kufi ke Naskhi
8500
Tersedia
13
Kaligrafi Hitam Putih D. Sirojuddin AR
28000
Tersedia
14
 Katalog Turki: Hasyim Muhammad (hard cover)
35000
Tersedia
15
Katalog Turki: Hasyim Muhammad (soft cover)
30000
Tersedia
16
Khat Naskhi Kebutuhan Primer Baca Tulis
9500
Tersedia
17
Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam
147500
Tersedia
18
Koleksi Peraduan Khat ASEAN
30000
Tersedia
19
Latihan Melukis Kaligrafi dr hitam putih ke warna
9500
Tersedia
20
Membina Kaligrafi Gaya Lemka
8500
Tersedia
21
Mewarnai kaligrafi Jilid 1-7
@ 17000
Tersedia
22
Pak Didin Menabur Ombak Kaligrafi
27500
Tersedia
23
Panduan Teknik pengolahan Hiasan Mushaf
20000
Tersedia
24
Sekeliling Festival Istiqlal II 1995
17500
Tersedia
25
Seni Kaligrafi Islam
20000
Tersedia
26
Seni Kaligrafi Islam di Indonesia
6500
Tersedia
27
Tafsir Al-Qalam
20000
Tersedia
28
Teknik Pengolahan Kaligrafi Dekorasi
17500
Tersedia
29
Qawaid Khat al-Arabi; Hasyim Muhammad (hard cover)
35000
Tersedia
30
Qawaid Khat al-Arabi; Hasyim Muhammad (soft cover)
30000
Tersedia
B. Peralatan Tulis dan Lukis
NO.
NAMA BARANG
HARGA
(Rp)
KET.
31
Cat Mowilex Putih
9000
Tersedia
32
Cat Mowilex Warna
10000
Tersedia
33
Cat Meries
40000
Tersedia
34
Handam panjang
5000
Tersedia
35
Handam pendek
3000
Tersedia
36
Handam pendek (sudah dipotong miring)
4000
Tersedia
37
Kuas Eterna No. 1
1200
Tersedia
38
Kuas Eterna No. 2
1300
Tersedia
39
Kuas Eterna No. 3
1400
Tersedia
40
Kuas Eterna No. 4
1600
Tersedia
41
Kuas Eterna No. 5
1700
Tersedia
42
Kuas Eterna No. 6
1900
Tersedia
43
Kuas Eterna No. 7
2100
Tersedia
44
Kuas Eterna No. 8
2300
Tersedia
45
Kuas Eterna No. 9
2400
Tersedia
46
Kuas Eterna No. 10
2500
Tersedia
47
Kuas Eterna No. 11
3000
Tersedia
48
Kuas Eterna No. 12
3100
Tersedia
49
Kuas Mofit Besar
2500
Tersedia
50
Kuas Mofit Kecil
2000
Tersedia
51
Pena kaligrafi
10000
Tersedia
52
Penghapus Boxy Besar
10000
Tersedia
53
Penghapus Boxy Kecil
7000
Tersedia
54
Pensil Faber Castell
2500
Tersedia
55
Pensil kapur
20000
Tersedia
56
Ring Color (Teori Warna)
55000
Tersedia
57
Tempat Tinta Atom Bulat
17000
Tersedia
58
Tinta China biasa (Yamura)
3000
Tersedia
59
Tinta China botol panjang
40000
Tersedia
60
Tinta Rotring
30000
Tersedia
C. Cindera Mata
NO.
NAMA BARANG
HARGA (Rp)
KET.
61
Kaos Lemka lengan  panjang, tidak berkerah                  
 5.000,00
Tersedia 
62
Kaos lemka lengan panjang, berkerah (1 stel dengan training),   
75.000,00
 Tersedia
Keterangan:
 Harga sewaktu-waktu dapat berubah
 Pemesanan Alat dan buku diatas dapat dipesan melalui

Syamsul Rizal